BY: ZAINAL ASLI BUJANG PONTIANAK
Jalan Menuju Kesuksesan
Manusia termasuk di antara makhluk Allah yang diciptakan berbeda-beda. Perbedaan ini adalah sebuah variasi hidup, dengannya manusia bisa berinteraksi dan saling kenal satu sama lain. Dari sudut perbedaan itu, manusia dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok: perbedaan batiniah dan lahiriah. Kelompok batiniah tidak bisa kita ukur, karena hal ini berhubungan dengan tingkat keimanan yang bersifat kualitatif, sedangkan kelompok lahiriah sebaliknya.
Pembahasan ini akan difokuskan pada sisi manusia yang bersifat lahiriah, lebih khusus lagi masalah perbedaan tingkat intelektualitas. Dalam masalah perbedaan intelektualitas, manusia itu diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar. Pertama, kelompok orang-orang cerdas, pandai dan cerdik. Kedua, kelompok orang-orang kurang cerdas, kurang pandai atau kurang mampu menangkap ilmu-ilmu Allah dengan cepat.
Sebagai manusia kita harus berusaha untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecerdasan dan kepandaian yang dimiliki. Sehingga dengan demikian setiap manusia akan lebih mampu mengenal dirinya sendiri, mengenal potensi-potensi dan kemampuan yang ia miliki, sekaligus mengenal kelemahan dan juga kekurangannya.
Manusia yang mengetahui hakikat dirinya, kelebihan sekaligus kekurangannya, kemudian dibarenginya dengan akhlak yang mulia, akan membuat diri seseorang tersebut senantiasa berusaha memanfaatkan dan mensyukuri kelebihan-kelebihan yang ia miliki sekaligus menutupi semua kekurangan dirinya. Nah, manusia seperti inilah yang nantinya insya-Allah akan meraih kesuksesan dan kemenangan yang gemilang di setiap hidupnya.
Lantas apa hubungan antara intelektualitas dan kesuksesan? Di sinilah sebenarnya letak kelebihan intelektual manusia. Setiap orang harus menyadari potensi kecerdasan dirinya serta mampu menggunakan sekaligus menyikapinya.
Kesuksesan akan didapat jika seseorang telah memiliki syarat dasar yang mengantarkan dirinya pada kesuksesan. Dan, rata-rata orang yang tidak sukses adalah mereka yang tidak memiliki syarat dasar tersebut, yaitu tidak mengenal dirinya sendiri.
Banyak orang yang cerdas tapi tidak menyadari bahwa dirinya mempunyai kecerdasan yang lebih dari semua orang, sehingga kecerdasan itu dibiarkan tidak berkembang bahkan tak nampak sekalipun. Adapula yang menyadari kecerdasannya, tetapi dia malah sombong dan congkak atas kecerdasannya itu, sehingga dengan kebangggaan yang berlebihan, ia melupakan usaha-usaha yang akan mengantarkannya menjadi lebih cerdas. Inilah orang yang tidak akan mendapatkan an-najah selama hidupnya.
Sementara itu, manusia yang memiliki kelemahan, kurang cerdas dan kurang mampu menangkap ilmu Allah dengan cepat. Sebenarnya, manusia seperti ini, juga mempunyai potensi untuk menggapai kesuksesan, asalkan ia mampu menutupi kelemahan dan kekurangannya. Akan tetapi, jika manusia tersebut tidak menutupi kekurangannya itu, maka ia akan sama keberadaannya seperti contoh di atas.
Dalam menempuh jalan kesuksesan, setiap orang pada hakikatnya mampu menggapainya dalam setiap langkah hidupnya, namun tak jarang ia akan menuai kegagalan, entah itu orang-orang cerdas atau kurang cerdas. Tetapi, jalan kesuksesan biasanya akan lebih mudah diraih oleh orang-orang yang cerdas. Karena itu, bagi manusia yang kurang cerdas tidak perlu berkecil hati, sebab kesuksesan akan dapat kita dapatkan meskipun dilalui dengan banyak kegagalan yang merintangi.
Sebagai manusia yang senantiasa menginginkan kesuksesan, langkah pertama adalah kita harus mampu mengidentifikasi diri sendiri. Apakah kita termasuk orang-orang kategori pertama yang memiliki kecerdasan dan kelebihan dari manusia yang lain, ataukah kita termasuk kelompok yang kedua, kelompok yang mempunyai kecerdasan yang kurang dan tak memiliki kelebihan dari manusia yang lainnya.
Maka dari itu, manusia yang cerdas dengan kecerdasannya harus mampu menahan diri dari sifat sombong dan mempunyai kemampuan untuk mengembangkannya menjadi lebih cerdas hingga pada tingkat yang paling optimal. Sedangkan bagi setiap manusia yang kurang cerdas, tidak boleh berputus asa, karena keadaan ini adalah kondisi awal dari setiap orang. Apabila ia mampu secara konsisten menjauhkan dirinya dari sifat keputusasaan itu, insya-Allah, ia akan menuai kesuksesan dalam hidupnya. Bisa jadi, kesuksesan yang diraihnya melebihi orang-orang yang lebih cerdas. Tentu, dalam batas-batas tertentu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comentários:
Posting Komentar