BY: ZAINAL ASLI BUJANG PONTIANAK
Você está em:
Início
KEPERCAYAAN DAN KEAGAMAAN
KEPERCAYAAN DAN KEAGAMAAN
Oleh: Mufti Ali
mengembangkan pemahaman yang benar tentang praktik-praktik keagamaan dan usaha-usaha yang diarahkan untuk pemurnian kepercayaan dan ritual Islam dari pengaruh-pengaruh yang menyimpang; (2) penegasan kembali (reafirmasi) ajaran-ajaran pokokIslam tentang urusan-urusan keduniaan; dan (3) penafsiran terhadap Islam yang memberikan dasar sebuah wawasan, bahwa Islam memilikipotensi dan kemampuan untuk beradaptasi dan berubah. Para pendukung proses ini berpendapat, bahwa ajaran-ajaran Islam dapat ditafsirkan untuk mengakomodasi (menampung) dan bahkan mendorong perubahan dalam konteks waktu, ruang atau pengalaman tertentu. Dasar dari penafsiran ini adalah keinginan untuk memadukan (merekonsiliasi) Islam dan modernitas dengan menciptakan sebuah pandangan dunia yang kompatibel dengan keduanya.
Secara signifikan perubahan dilihat sebagai sebuah proses yang menekankanreislamisasi kaum muslim daripada mengajak orang-orang non-muslim untuk menganut Islam (proselitisasi). Maka itu, target reislamisasi bukanlah orang-orang Indonesia secara umum, tapi lebih ONTINUITAS dan perubahan merupakan dua ciri yang menonjol dari perkembangan Islam di Indonesia pada awalpada kaum muslim sendiri; proses ini lebih menekankan kualitas iman abad ke-20.
Kontinuitas mewujudkan diri dalam daripada jumlah penganut. kecenderungan kaum muslim untuk : (1) melestarikan pelbagai kepercayaan dan praktik (keagamaan), yang sebagian besar tidak bias Muhammadiyah dalam Konteks Gerakan-gerakan diterima di daerah-daerah tertentu; dan (2) membatasi Islam hanyaKeagamaan Lain di Indonesia dalam bentuk ritual dan tidak menginspirasikan perubahan dalamkehidupan sosial, kultural dan material. Sedang perubahanPerubahan keagamaan dan sosial merupakan komponen kuncidari berbagai gerakan Islam sejak awal abad ke-20. Sementara paramerefleksikan proses reislamisasi yang terus menerus di kalangan kaum muslim Indonesia.
1 Proses ini mencakup : (1) upaya untuk pemimpin gerakan-gerakan ini menjalankan organisasi mereka atasmisi yang diilhami oleh agama yang sama, terdapat beberapaperbedaan menyangkut program-program yang mereka tekankan. Organisasi Islam pertama yang muncul pada awal abad ke-20 adalah ‘Reislamisasi’ merujuk kepada proses berkesinambungan dari pengajaran kaumSarekat Islam, sebuah gerakan nasional Islam yang didirikan untukmuslim Indonesia tentang cara hidup menurut ajaran Islam. Mitsuo Nakamura,“The Crescent Arises Over the Banyan Tree: A Study of the Mu-hammadiyahmeningkatkan kemampuan berdagang para pedagang muslim Indo-Movement in A Central Javanese Town” (Disertasi Doktor, Cornell University,nesia. Kombinasi ini1976), 1-2; Harry J. Benda, The Crescent and The Rising Sun: Indonesian Islam Underthe Japanese Occupation 1942-1945 (The Hague and Bandung: W van Hoeve, 1958),
Ideologi Kaum Reformismembantu meratakan jalan bagi kemerdekaan dari penjajahan lingkungan memainkan peran sangat penting dalam membentukBelanda dan pembebasan dari dominasi ekonomi pedagang Cina.karakter gerakan yang bersikap toleran dalam pandangankeagamaannya dan usaha-usahanya dalam dakwah. 5 Pemahaman Muhammadiyah dan Sarekat Islam (SI) mempunyai hubungan yangbaik satu sama lain sampai tahun 1920-an, ketika yang disebut terakhirkeagamaan memperkuat etika sosial dan menekankan tanggungjawabmengeluarkan sebuah kebijakan baru yang melarang anggotanyamoral. Karakteristik ini membedakan Muhammadiyah dari gerakan-memiliki keanggotaan di Muhammadiyah, dan begitu sebaliknyagerakan Islam reformis lainnya.Alasan pelarangan ini adalah penolakan Muhammadiyah untukSebagai salah satu organisasi Islam terbesar yang menekankanmendukung sikap politik SI yang konfrontatif. Hubungan antaraamal usahanya pada kesejahteraan sosial, Muhammadiyah dipandangMuhammadiyah dan al-Irsyad di pihak lain ditandai oleh adanya salingsebagai representasi aliran ‘reformis’ dan ‘modernis’ di kalangan kaumpengertian terhadap misi masing-masing. Para pemimpin keduamuslim Indonesia. 6 Nasr mendefinisikan istilah-istilah tersebutgerakan ini, Ahmad Dahlan dan Syaikh Ahmad Surkati, bersepakatsebagai gerakan yang secara terus menerus bertujuan untukuntuk merehabi-litasi kaum muslim Indonesia dengan memperbaikimemelihara bagian dari masa lampau, menjustifikasi masa kini, dankondisi keagamaan dan sosial-ekonomi – Surkati berkonsentrasi padamelegitimasi masa depan yang dapat dipahami; yang karena itukomunitas Arab Indonesia dan Dahlan pada kaum muslim Indone-menciptakan kaitan antara yang lama dan yang baru.7 Aliran reformissia asli.2 Persatuan Islam (Persis) juga mengklaim bergerak dalamdan modernis keduanya didasar-kan terutama pada argumen bahwalapangan sosial, tapi ia lebih memfokuskan diri pada penyebarannilai-nilai Islam merupakan komponen penting dari setiap prosesagama ketimbang pada dimensi sosial. Persatuan Islam tumbuh dipembaruan (reform) di duniadaerah yang, menurut Benda, paling sedikit menerima pengaruhbudaya Hindu-Budha; di situ, Islam menampakkan diri dalam bentukyang lebih murni.3 Faktor ini mempengaruhi program-programkeagamaannya. Berbeda dari Muhammadiyah yang lebih suka
Paradoks tersebut tampak dalam kenyataan bahwa publik memahamipenyebaran ide-ide secara tenang dan damai, Persis terlibat dalamMuhammadiyah sebagai organisasi yang fanatik dan tidak toleran, padahal dalamdebat publik dan polemik melalui ceramah (pengajian) dan penerbitan-kenyataannya metode-metode dakwahnya sangat damai dan toleran. Gerakanpenerbitan. Persis menantang mereka yang tidak setuju dengan ide-ini juga sering dilihat sebagai anti budaya Jawa, padahal dalam banyak hal iaidenya dan gerakan ini mempertahankan pandangan keagamaanyamenjunjung tinggi nilai-nilai tradisi Jawa. Nakamura, “The Crescent Arises Over,”dalam debat-debat publik.4 Bertolak belakang dengan keadaan yang321.
kondisi lokal di mana Muhammadiyah tumbuhIbid., 2-3. Label-label ini ditemukan dalam beberapa karya ilmiah yang lain:Alfian, Muhammadiyah: The Political Behavior of A muslim Modernist Organizationmenggambarkan sebuah kehidupan keagamaan yang heterodoks. Jadi,Under Dutch Colonialism (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1989); Noer,The Modernist muslim; Benda, The Crescent and the Rising Sun; Howard M. Federspiel,Bisri Affandi, “Shaykh Ahmad al-Surkati: His Role in al-Irshad Movement inPersatuan Islam: Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia (Ithaca, N.Y.: Mod-Java in the Early Twentieth Century” (Tesis M.A., Institute of Islamic Studies,ern Indonesia Project, Southeast Asia Program, Cornell University, 1970);McGill
Ideologi Kaum Reformis
Kaum reformis percaya bahwa mereka bisa hidup di duniagerakan reformasi Islam di Indonesia yang pernah dilakukan, bahwamoderen tanpa meninggalkan prinsip-prinsip ajaran agama mereka.“seluruh gerakan reformis Islam pada periode berikutnya semuanyaDalam menjustifikasi validitas paradigma ini, Muhammadiyah sangatdidasarkan pada langkah-langkah menuju pemurnian Islampercaya bahwa sumber-sumber fundamental Islam bisa diterjemahkan sebagaimana yang disuarakan oleh Ibn Taimiyah (1263-1328), yangberjuang untuk memurnikan Islam dari pengaruh sesat.”10ke dalam realitas konkrit kehidupan keagamaan, sosial, ekonomi danpolitik kaum muslim Indonesia. 8 Pandangan ini berbeda dariK ajian dalam buku ini menegaskan, misi refor masipendekatan yang digunakan oleh orang-orang Islam di Indonesia padaMuhammadiyah selalu memberikan tekanan lebih besar kepadabagian awal abad ke-20 yang membatasi diri mereka untuk hanyakesejahteraan sosial; bahwa prinsip dasar iman dan ibadah tidakmelaksana-kan ritus keagamaan (‘iba> d ah). Jadi, reformasi terbatas pengaruhnya terhadap keimanan dan ritual per se, tapiMuhammadiyah bertujuan tidak hanya untuk mengembalikanmempunyai implikasi yang luas apabila diletakkan dalam kontekspemahaman keagamaan yang terbatas ini, tetapi juga untuksosial; terlepas dari penegasan-penegasan tersebut, implementasi menyesuaikan program-programnya dengan sebuah formula aksi yangkeimanan dan ritual selalu membutuhkan praktik keagamaan sehari-nyata, yang memungkinkan orang Indonesia memecahkan problem-hari yang standar dan baku. Barangkali, karena klaim akan pentingnyaproblem dunia yang berubah dengan cepat.praktik keagamaan inilah Muhammadiyah masih dianggap sebagai
Dalam pandangan Muhammadiyah sendiri misi reformasigerakan1 yang hanya memperhatikan pemurnian akidah dan ibadah. mencakup banyak segi kehidupan keagamaan dan sosial kontemporer.Bahkan, pada periode awal perkembangan gerakan ini, prinsip-prinsipSeperti akan dibahas dalam bab kedua dan ketiga nanti, di antarareformasi sosial dan teologi praksis ditransformasikan ke dalamsegi-segi itu bisa dilacak pada pandangan dasar keagamaan danpelbagai infrastruktur yang tidak terbatas pada wilayah perdebatan pandangan filosofisnya, yang berkaitan dengan hubungan antarateologis, tetapi bertujuan terutama untuk memberikan dukungantanggungjawab keagamaan dan sosial. Namun, karena usaha-usahasosial.pemurnian agama tampaknya selalu mendominasi agenda para penulisgerakan reformasi Islam di Indonesia, hal ini menciptakan kesanbahwa reformasi selalu terbatas pada pemurnian Islam dari praktikkeagamaan yang keliru (bid‘ah) dan supertisi (kurafa>t).9 Karena itu,Muhamma-diyah memberikan pengertian yang lebih luas terhadapistilah tersebut. Sering juga dinyatakan, seperti dalam studi tentangIslam (Chicago: The University of Chicago Press, 1950), 33. Di India dan Paki-stan, misalnya, aspek-aspek yang muncul di bawah tema “penerapan šari‘ahyang benar,” menjadi tekanan dalam kajian tentang tajdid dan dalam rekonstruksi8
JUDUL MAKALAH
KEPERCAYAAN DAN KEAGAMAAN
Oleh: Mufti Ali Noer
Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien (Idia) Prenduan
Sumenep Madura
Tahun 2010-2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comentários:
Posting Komentar