BY: ZAINAL ASLI BUJANG PONTIANAK


SUMATERA EKSPRES L.P.6
0

SAYYIDINA UMAR IBN AL-KHATHTHAB MENJELANG GUGURNYA

Jumat, 26 November 2010.

SAYYIDINA UMAR IBN AL-KHATHTHAB MENJELANG GUGURNYA
Sayyidina Umar wafat ditikam ketika memimpin Shalat Shubuh. Beliau selesaikan walau dengan darah bercucuran. Dalam keadaaan sakit berdarah-darah beliau memprioritaskan terlebih dahulu urusan kekhalifahan setelahnya, baru mengarah kepada urusan dirinya.

Sayyidina Umar Ibn al-Khaththâb ra. yang sukses memimpin umat dan membebaskan sekian wilayah di luar Jazirah Arabia, tentu saja sangat dibenci oleh para mantan penguasa yang ditaklukkannya. Mereka menyewa seseorang untuk membunuh beliau, suatu tugas yang tidak terlalu sulit, karena Umar ra. adalah seorang yang enggan dikawal oleh pasukan.



Pada suatu pagi, beliau keluar rumah berkeliling membangunkan kaum muslimin untuk shalat subuh. Beliau sendiri yang mengimami jamaah, mengharapkan mereka meluruskan shaf sebelum menghadap Allah. Di pagi itu, baru saja beliau mengucapkan Takbiratul Ihrâm, tiba-tiba seorang pembunuh yang menaruh dendam atas Umar menikamnya dengan dua kali tikaman. Pertama mengenai bahu beliau dan yang kedua menusuk pinggangnya. Riwayat lain menyatakan tiga tikaman, dan yang ketiga ini di bawah pusar beliau. Tikaman-tikaman itu, tidak melengahkan beliau dari tugas memimpin shalat, bahkan beliau enggan menunda shalat – yang waktunya masih cukup untuk ditangguhkan beberapa saat sebelum terbitnya matahari. Ketika itu juga beliau mencari Abdurrahman bin ‘Auf, agar sahabat Nabi ini mengimami shalat.



Beberapa saat setelah beliau di tikam, silih berganti kesadaran dan ketidaksadaran mengunjunginya. Orang-orang di sekeliling beliau berkata: “Tidak ada yang dapat menyadarkannya seperti shalat – kalau memang dia masih hidup.” Lalu hadirin berucap: “Shalat wahai Amir al-Mu’minin. Shalat telah hampir dilaksanakan.” Beliau sadar dan berkata: “Shalat? Kalau demikian di sanalah Allah. Tiada keberuntungan dalam ajaran Islam, bagi yang meninggalkan shalat.” Maka beliau melaksanakan shalat dengan darah bercucuran.



Dalam keadaan sadar, beliau berpesan kepada Ibnu ‘Abbâs: “Cari tahulah siapa yang membunuhku.” Maka beberapa saat kemudian Ibnu ‘Abbâs datang menyampaikan bahwa: “Ia adalah si Fairûz, Abu Lu’luah. salah seorang bekas tawanan dari Persia. Umar ra. bertanya: “Si Tukang itu?” Ibnu ‘Abbâs mengiyakan. Maka Umar berkata: “Tuhan mengutuknya. Aku telah memerintahkan berbuat baik kepadanya. Alhamdulillah yang menjadikan kematianku bukan di tangan seorang yang mengaku muslim.” Ketika itu masuk seorang pemuda yang pakaiannya menyentuh tanah – mengesankan kebanggaan. Dalam keadaan berlumuran darah, beliau masih sempat memberi nasihat: “Anak saudaraku! Angkatlah pakaianmu sehingga tidak menyentuh tanah, karena itu menjadikannya lebih bersih dan mengantarmu lebih bertakwa.”



“Dokter” segera didatangkan untuk mengobati luka yang masih bercucuran darah. Beliau disuguhi perahan kurma yang berwarna merah. Tetapi mengalir dari perut beliau dan keluar warna merah, tidak diketahui apakah itu darah atau perahan kurma itu. Lalu beliau disuguhi susu, kali ini keluar berwarna putih kemerah-merahan. Rupanya usus beliau bocor. Sang dokter berbisik kepada beliau: “Sampaikanlah pesanmu – yakni engkau sedang menghadapi maut – seandainya aku menyampaikan selain itu, pastilah aku berbohong.” Beliau pun memutuskan untuk membentuk panitia syura guna menetapkan siapa khalifah sesudah beliau.



Setelah urusan umat selesai, beliau mengarah kepada urusan dirinya. Yang pertama adalah hutang beliau. Beliau ingin menyelesaikannya, atau paling tidak mendapat jaminan tentang pembayaran hutangnya sebelum meninggalkan dunia ini. Beliau berpesan agar mengumpulkan peninggalannya guna membayar hutang beliau, kalau belum cukup, beliau meminta kerelaan keluarga kecil hingga keluarga besarnya. Abdullah – anak beliau – kemudian menjamin untuk membayar semua hutang ayahnya, padahal beliau adalah seorang penguasa penakluk Empire Persia dan Romawi.



Setelah urusan hutang selesai, Umar ra. memerintahkan putranya Abdullah bahwa: “Pergilah menemui Ummu al-Mu’minîn Aisyah dan katakan kepadanya: ‘Umar menyampaikan salam untukmu’. Jangankan katakan Amir al-Mu’minin – karena hari ini aku bukan lagi Amir al-Mu’minin. Katakan kepadanya: ‘Umar meminta izin kiranya dapat dikuburkan bersama kedua sahabatnya’ (yakni Nabi Muhammad saw. dan Abu Bakar ra.).1 Abdullah pun pergi dan tak lama kemudian dia datang menyampaikan perkenan Aisyah ra. – walau Aisyah ketika itu berkata: “Aku tadinya mengharap dikuburkan di samping Rasul, tetapi untuk Umar, maka aku dahulukan beliau atas diriku.” Umar ra. memuji Allah sambil berucap: “Tidak ada sesuatu yang lebih penting dariku melebihi itu”, lalu beliau berkata lagi – takut masih ada ketidakrelaan Aisyah: “Kalau nanti aku telah wafat, maka usunglah aku ke sana dan ucapkanlah salam lalu sampaikan (sekali lagi kepada Aisyah ra.) bahwa Umar meminta izin. Jika dia mengizinkan maka kuburkanlah aku di sana, dan jika tidak, maka kuburkan aku dipekuburan kaum muslimin.”



Ibnu ‘Abbâs ra. menyampaikan bahwa ketika Umar ra ditikam, aku berkata: “Berbahagialah dengan surga.” Beliau menjawab: “Demi Allah, seandainya aku memiliki dunia dan segala isinya, niscaya kutebus dengannya marabahaya yang ada di hadapanku – sebelum aku mengetahui apa yang akan terjadi.” Dalam riwayat yang lain Ibnu ‘Abbâs berkata: “Hai Amir al-Mu’min, engkau telah memeluk Islam, ketika orang banyak masih kafir. Engkau berjuang bersama Nabi, saat orang banyak memusuhi beliau. Engkau terbunuh sebagai syahid, dan tidak ada seorang pun yang berselisih tentang dirimu, Rasul pun wafat dalam keadaan ridha terhadapmu.” Umar ra. meminta agar Ibnu ‘Abbâs mengulangi ucapannya. Maka dia mengulanginya. Lalu Umar ra. berkomentar: “Seorang yang tertipu atau lengah adalah siapa yang kalian tipu atau lengahkan dengan kata-kata itu. Demi Allah, seandainya aku memiliki segala apa yang terdapat di bumi ini, niscaya kutebus dengannya marabahaya yang ada di hadapanku.” Ibnu ‘Abbâs berkata: “Wahai Amir al-Mu’min. Demi Allah, sesungguhnya keislamanmu merupakan kemenangan, pemerintahanmu adalah keberhasilan membuka wilayah baru, engkau telah memenuhi bumi dengan keadilan. Tidak dua orang pun mengadu kepadamu, kecuali keduanya menerima putusanmu.” Sayyidina Umar ra. yang ketika itu sedang berbaring, meminta agar didudukkan. Lalu beliau meminta agar Ibnu ‘Abbâs mengulangi ucapannya. Setelah mendengarnya sekali lagi, beliau berkata: “Apakah engaku akan bersaksi untukku seperti ucapanmu ini di hari Kemudian?” Ibnu ‘Abbâs mengiyakan. Umar sungguh bahagia.


Demikian sekelumit dari kisah Sayyidina Umar serta pesan beliau menjelang wafat.
Sumber :
Disunting dari buku "Menjemput Maut" karya M. Quraish Shihab.
Leia Mais...
0

BERNEO KU SAYANG BORNEO KU MALANG

Selasa, 19 Oktober 2010.

BERNEO KU SAYANG BORNEO KU MALANG
siapa yang tidak tau akan keindahan pulau borneo, yang terkenal sebagai kawasan ter dan paling hijau diantara pulau-pulau yang ada di Indonesia, batu hijau adalah sebuah julukan yang diberikan kepada pulau Kalimantan pada saat pemerintahan hindia-belanda, pada saat tentara VOC melakukan penelusuran melalu jalur udara di pulau Kalimantan. Ternyata mereka sebagai penjajah tertarik kepada pulau Kalimantan yang mempunyai luas pulau kurang lebih Sembilan kali lipatnya dari luas pulau jawa.
Nah saat ini, apakah pulau Kalimantan masih bisa dikatan sebagai kawasan hijau atau kawasan yang sering kita sebuat sebagai green land, dikarenakan hutan dan populasinya sudah banyak yang punah akibat dari bencana alam dan ulah manusia yang telah berlebihan mengambil hasil buminya. Tidak sedikit hutang yang gundul akibat penebangan liar yang dilakukan oleh tangan-tangan yang tidak berbudaya.
Pada tahun 2000 Indonesia mendapatkan panghargaan sebagai kawasan yang mempunyai populasi dan budaya yang sangat indah, dan Indonesia menjadi salah satu paru-paru dunia karena hutannya yang besar dapat mengahasilkan oksigen yang mampu tersebar keseluruh penjuru dunia, namun berselang 6 tahun kemudian, julukan sebagai paruh dunia itu kini harus dipertanyakan kembali, apakah paru dunia tersebut masih dimilik Indonesia atau sudah pindah ke Malaysia.
Hutan Kalimantan adalah hutan yang menduduki peringkat pertama diseluruh nusantara, namun saat ini hutan di Kalimantan sudah berubah menjadi padang tandus, kosong tanpa penghuni. Namun pulau Kalimantan tidak hanya terkenal karena memiliki hutan yang luas akan tetapi pulau Kalimantan juga terkenal karena memiliki corak budaya yang kaya akan keragaman aneka jenis budayanya. Banyak sekali budaya-budaya yang ada di Kalimantan, termasuk keanekaragaman suku-budaya dan tempat pariwisata yang sangat elok, unik, indah dan asyik untuk kita ketahui sebagai salah satu kekayaan Negara kita Indonesia.
Leia Mais...
0

JANGAN BERMAIN-MAIN DENGAN WAKTU


JANGAN BERMAIN-MAIN DENGAN WAKTU
Oleh: M. Zainal Bakri
Santri Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Asal Kalimantan Barat (Pontianak)
Waktu? siapa sih yang gak tau akan waktu, jangankan kita manusia yang memang sudah memiliki akal fikiran yang diberikan oleh allah SWT untuk berfikir sekaligus membedakan kita dengan mahkluk yang lainnya, mahkluk ciptaan allah yang lain saja tau dan menghargai akan pentingnya waktu dalam kehidupannya, kapan mereka harus makan, kapan mereka harus mulai kerja, kapan mereka harus bersanati ria. kenapa kita sebagai manusia sebagai mahluk cipataan allah yang paling sempurna masih belum bisa menghargai waktu.
Namun kita jangan khawatir, banyak cara agar kita bisa memenej waktu kita dengan baik, salah satunya yakni dengan cara kita membuat jadwal kegiatan kita selama 24 jam, selama beberapa hari, selama beberapa minggu kedepan. kita tinggal menulis dari jam berapa dan mulai hari apa kita akan memulai kegitan kita. Setelah itu kita harus bisa menjalankan jadwal yang kita buat dengan konsisten dan yakin kalau waktu itu memang berarti dalam kehidupan kita, kalau perlu kira suruh sanak saudara, Ibu, Ayah, bahkan Istri kita untuk mengingatkan kita akan jadwal kita hari ini. Mudahkan.?
Kelihatannya mudah namun jagan lupa, diatas tadi sudah saya singgung, kita harus bisa istiqomah atau konsisten dalam memenej waktu, naah disinilah letak kelemahan kita, terkadang kita mampu untuk membuat jadwal dan rencana kegitan kita selama satu hari ini, namun kita terkadang masih berleha-leha disebabkan kebiasaan kita tersebut. Maka dari itu kita jangan lupa untuk mengoreksi agenda kagitan kita selama yang sudah kita lakukan, apakah agenda yang sudah kita buat berjalan dengan baik atau masih ada yang harus kita perbaiki. Selamat mencoba.
Leia Mais...
0

Hermeneutika Al- Qur’an, perlukah?

Minggu, 17 Oktober 2010.

Al-Qur’an selalu menarik, sekaligus menjadi tantangan bagi manusia untuk dikaji. Menarik karena kitab yang diturunkan pada 17 Ramadhan ini mengandung ajaran Ilahi, yang berfungsi sebagai juru penyelamat manusia. Dan menantang, karena di dalamnya banyak “rahasia” Tuhan yang masih belum tersingkap, karena kemampuan manusia yang terbatas. Oleh karena itu tuntutan untuk mengkajinya semakin mengkristal. Seiring lajunya arus modernisasi dan globalisasi, hingga Al-Qur’an tetap menjadi Hudan li An-Nas.

Dewasa ini muncul berbagai disiplin ilmu dalam mengkaji kitab-kitab Tuhan. Diantaranya adalah hermeneutika. Al-Qur’an merupakan kitab terakhir yang diturunkan kepada Rasul-Nya. Diharapkan dapat selalu up to date terhadap perubahan zaman dan selalu elastis terhadap multicultural, hingga keberaadaannya dapat dirasakan sebagai dinamo penggerak kemajuan masyarakat. Lantas, apakah untuk memahami al-Qur’an membutuhkan hermeneutika? Inilah permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dalam artikel ini.

Sebelum lebih jauh melangkah, alangkah baiknya jika kita menyatukan opini dan pemahaman kita terhadap hermeneutika. The new Encyclopedia Britannica menulis bahwa hermeneutika adalah studi prinsip-prinsip general tentang interpretasi Bible (The study of the general principle of biblical interpretation). Adapun tujuan dari Hermeneutika itu sendiri adalah menemukan nilai kebenaran dalam Bible.

Dalam sejarahnya Hermeneutika muncul pada abad petengahan dengan lahirnya seorang tokoh pemikir besar dalam bidang itu, yaitu Thomas Aquinas (1225-1274), karyanya yang menumental berjudul Summa Theologica menekankan pentingnya interpretasi Bible secara litertal.

Pada abad ke-18 (zaman Enlightenment) tokoh pemikir liberal kristen Johan Solomo Semler mengemukakan gagasannya bahwa hermeneutika mencangkup banyak pembahasan seperti retorika, tata bahasa, logika, sejarah, penerjemahan dan kritik terhadap teks. Menurutnya tugas utama hermeneutika adalah memahami teks sebagaimana dimaksudkan oleh para penulis teks itu sendiri, sehingga pemahaman seiring dan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh para penulis teks.

Jadi pada awalnya hermeneutika dipakai untuk menemukan nilai-nilai kebenaran dalam perjanjian lama (old testament) atau pun perjanjian baru (new testament). Mengapa para Teolog dan agamawan kristen memerlukan hermeneutika dalam mengkaji kitab-kitab mereka? Karena mereka menemukan big problem dalam memahami dan menginterpretasikan serta mencari true value dalam kitab suci mereka. Selama ini masih mucul pertanyaan besar dan belum bisa dijawab dengan pasti. Yaitu, apakah secara harfiah Bible adalah kalam Tuhan, atau perkataan manusia? Aliran yang mengakui bahwa Bible itu adalah kalam Tuhan dan tidak ada unsur perkataan manusia, dianggap terlalu ekstrim, dan bahkan tidak rasional. So what’s fucking hell with that?

Banyak kalangan agamawan yang masih menganggap Bible sebagai kitab yang masih dipertanyakan penciptanya. Seperti Richard Elliot Friedman dalam bukunya “Who wrote the Bible” menyatakan bahwa hingga kini, siapa yang menulis kitab tersebut masih merupakan misteri yang belum terungkap dengan pasti.

Karena Bible memiliki banyak penulis, dan itupun belum pasti kebenarannya. Bahkan terjadi banyak perbedaan dalam tulisan-tulisan itu, serta tidak ada redaksi Bibel yang diakui original, maka menemukan titik temu “kebenaran” dalam Bibel sangat sulit. Prof M. Metzger dalam bukunya “A Textual Commentary on the Greek New Testament” menyatakan bahwa para interpreter Bible menemukan beberapa permasalahan dalam menginterpretasikan Bible diantaranya yaitu: Pertama, tidak adanya dokumen Bible yang original saat ini. Kedua, bahan yang ada bermacam-macam dan berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Tentunya kondisi tersebut mempersulit kaum intelektual agamawan dalam menelaah Bible dan menemukan nilai kebenaran murni.

Bible sendiri sebenarnya memiliki “sejarah kelam” beberapa abad silam. Para paulus menjual firman Tuhan untuk kepentingan peribadi dan kelompoknya. Bahkan mereka berani membuat “kabur” firman Tuhan dengan deviation interpretation untuk mencapai suatu tujuan. Bahkan demi mempertahankan kandungan Bible, para paulus membungkam mulut para ilmuan dalam mengemukakan penemuan ilmiahnya sehingga melumpuhkan bahkan mematikan perkembangan peradaban di Eropa kala itu.

Salah satu indikasinya dalam konteks ini adalah bahwa otoritas gereja pernah menghakimi ilmuan seperti Gelileo Galilei karena mengekspose teori “Heliocentric” yang menyatakan bahwa matahari adalah pusat tata surya. Sikap itu diambil untuk mempertahankan hegemoni kekuasaan gereja yang mempunyai doktrin Infallibility. Segala hal yang dapat menggoyahkan otoritas dan legitimasi gereja dianggap sebagai “heresy” (bid’ah) dan dihadapkan ke mahkamah inquisisi.

Problematika seputar Bible dalam konteks kontradiksi dengan sains terjadi pada abad pertengahan (500-1500 M). Zaman ini dikenal sebagai Medieval Europe, masih ada kasus serupa, tetapi dalam sekala yang lebih kecil berlanjut pada zaman pencerahan, orang Eropa menyebut zaman ini dengan zaman Renaissance yang bermakna “kelahiran kembali” (Rebirth). Adapun inti dari zaman Renaissance ini adalah zaman merebaknya paham “sekularisme, humanisme dan liberalisme“ yang berbuntut kepada interpretasi Bible yang disubordinasikan ke dalam paham-paham tersebut. Karena diakui atau tidak, orang-orang Eropa hampir “gila” yang disebabkan pengaruh kekuasaan gereja dalam kehidupan sosial masyarakat. Gereja mengatur segala lini kehidupan masyarakat sehingga freedom “digantung” tak berdaya. Inilah catatan hitam gereja dengan memanfatkan Bible yang dianggap sebagai firman Tuhan.

Nah, dari complete problem tersebut, maka hermeneutika diperlukan untuk “mencari” celah dalam memahami Bible yang telah menjalani lika-liku dan gesekan paradigma kehidupan selama berabad-abad dengan harapan, dapat mengungkap nilai kebenaran murni dari kitab suci itu.

Berbeda dengan Al-Qur’an, yang diakui dan terbukti sebagai karya tuhan yang tidak dimasuki oleh pendapat-pendapat manusia dalam redaksi aslinya. Perjalanan Al-Qur’an dalam sejarahnya, dari Jibril kepada Muhammad kemudian berlanjut kepada para sahabat, Tabiin hingga sampai di tengah-tengah kita, telah tertulis dengan jelas dalam buku-buku Ulum Al-Qur’an karya para ulama turast, tidak ada “korupsi” redaksi yang terjadi. Jelas dalam point ini terdapat perbedaan signifikan antara Al-Qur’an dan Bible.

Menurut hemat para ulama Mutakallimin, paling tidak pemahaman meraka terhadap Al-Qur’an terpusat pada dua point, yaitu: Pertama, bahwa Al-Qur’an adalah perkataaan Tuhan yang paling baik dan mulia dari perkatan yang lainnya. Kedua, bahwa Al-Qur’an itu adalah kalamullah, dan kalamullah adalah qadhim dan bukan makhluk. Begitupun para ulama ushul, fiqh, dan lughah ‘arabiyah berpendapat yang sama, hanya saja mereka berbeda pendapat seputar metodologi penurunan ayat-ayat Tuhan hingga sampai di tengah-tengah kita.

Pengetahuan tentang Nuzul Al-Qur’an merupakan asas dalam mengohohkan kepercayaan akan status Al-Qur’an sebagai kalamullah dan juga melegitimasi kepercayaan akan kerasulan Muhammad. Serta membenarkan ajaran yang disebarkannya. Nuzul Al-Qur’an juga masuk ke dalam pokok-pokok pembahasan dalam ulum Al-Qur’an. (untuk lebih jelasnya, baca Manahilul Irfan jilid 1 hal 37)

Al-Qur’an yang menyandang gelar sebagai kitab suci dan sekaligus mukjizat terbesar Rasul ini, mengandung makna yang luas dalam setiap ayatnya. Bahkan jika mengkajinya hingga tujuh keturunanpun, kita masih belum bisa menyingkapkan seluruh true value yang dapat dijadikan sumber kesejahteran manusia. Kalau boleh meminjam istilah Cak Nur, bersifat open ended, artinya selalu terbuka dalam menginterpretasikannya sehingga tidak lapuk dimakan usia dan selalu compatible dalam setiap zaman.

Nah, untuk membumikan dan memanusiakan ayat-ayat Tuhan yang terangkum dalam kitab suci Al-Qur’an tersebut, tidak diperlukan lagi apa yang disebut hermeneutika. Karena penggunaan hermeneutika kepada Al-Qur’an merupakan penempatan dan penggunaan yang salah. Tafsir dan Ta’wil adalah sarana tepat yang dapat dijadikan “jembatan” dalam merangkai pemahaman yang benar terhadap Al-Qur’an.

Tafsir secara etimologi adalah keterangan dan penguraian. Adapun Tafsir secara terminologi adalah ilmu yang membahas tentang segala hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an (makna ayat-ayat Tuhan). Takwil secara etimologi adalah kembali. Adapun secara terminologi, memalingkan lafaz dari maknanya yang dzahir kepada makna yang “mungkin” terkandung atau tersirat di dalamnya. Dengan syarat, jika makna yang “mungkin” itu sesuai dengan (semangat) kitab dan sunnah. Contohnya seperti firman Allah “Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati” (al-Anbiya’: 95), apabila yang dimaksudkan disitu adalah mengeluarkan burung dari telur, maka itu disebut tafsir. Tetapi apabila yang dimaksudkan dalam ayat itu adalah mengeluarkan orang beriman dari orang kafir, atau orang berilmu dari orang yang bodoh, maka itulah takwil.

Dengan status Al-Qur’an yang tidak memiliki sejarah “kelam” dan dengan karya-karya ulama klasik tentang Al-Qur’an, dan ilmu-ilmu yang mendukung dalam menginterpretasikannya, maka kitab suci ini tidak memerlukan hermeneutika dalam mengkajinya. Jika hermeneutika “dipaksakan” untuk menggantikan tafsir dalam menginterpretasikan Al-Qur’an maka besar kemungkinan “kekecewaan” yang diraih karena akan terjadi misi understanding terhadap makna teks-teks tersebut atau muncul “korupsi makna” yang dapat menyesatkan tanpa kita sadari.

Sebagai bahan renungan, saya akan menyampaikan hadits kanjeng nabi Muhammad SAW yang berbunyi: Kamu akan mengikuti jalan-jalan kaum sebelum kamu, sehasta demi sehasta, sejengkal demi sejengkal, sehingga apabila mereka masuk lubang biawak sekalipun, kamu akan mengikutinya juga. Kemudian Rasulullah s.a.w. ditanya: “Apakah mereka [yang diikuti] itu kaum Yahudi dan Nasara?” Rasulullah menjawab: “Siapa lagi [kalau bukan mereka].” (H.R. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Ahmad)

Semoga kita dapat mengambil sisi “baik” dari budaya dan peradaban barat yang memuncak, tanpa “melupakan” status kita sebagai ummat kanjeng Nabi SAW, hingga kejayaan umat Islam pada masa lalu dapat terwujud kembali. Allahumma ‘aizzal islama wal muslimin.

Oleh: M. Abdurachman.R*

* Mahasiswa Al- Azhar Fak Aqidah Filsafat, anggota KMKM.
Leia Mais...
0

Jalan Menuju Kesuksesan

Sabtu, 16 Oktober 2010.


Manusia termasuk di antara makhluk Allah yang diciptakan berbeda-beda. Perbedaan ini adalah sebuah variasi hidup, dengannya manusia bisa berinteraksi dan saling kenal satu sama lain. Dari sudut perbedaan itu, manusia dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok: perbedaan batiniah dan lahiriah. Kelompok batiniah tidak bisa kita ukur, karena hal ini berhubungan dengan tingkat keimanan yang bersifat kualitatif, sedangkan kelompok lahiriah sebaliknya.

Pembahasan ini akan difokuskan pada sisi manusia yang bersifat lahiriah, lebih khusus lagi masalah perbedaan tingkat intelektualitas. Dalam masalah perbedaan intelektualitas, manusia itu diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar. Pertama, kelompok orang-orang cerdas, pandai dan cerdik. Kedua, kelompok orang-orang kurang cerdas, kurang pandai atau kurang mampu menangkap ilmu-ilmu Allah dengan cepat.

Sebagai manusia kita harus berusaha untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecerdasan dan kepandaian yang dimiliki. Sehingga dengan demikian setiap manusia akan lebih mampu mengenal dirinya sendiri, mengenal potensi-potensi dan kemampuan yang ia miliki, sekaligus mengenal kelemahan dan juga kekurangannya.

Manusia yang mengetahui hakikat dirinya, kelebihan sekaligus kekurangannya, kemudian dibarenginya dengan akhlak yang mulia, akan membuat diri seseorang tersebut senantiasa berusaha memanfaatkan dan mensyukuri kelebihan-kelebihan yang ia miliki sekaligus menutupi semua kekurangan dirinya. Nah, manusia seperti inilah yang nantinya insya-Allah akan meraih kesuksesan dan kemenangan yang gemilang di setiap hidupnya.

Lantas apa hubungan antara intelektualitas dan kesuksesan? Di sinilah sebenarnya letak kelebihan intelektual manusia. Setiap orang harus menyadari potensi kecerdasan dirinya serta mampu menggunakan sekaligus menyikapinya.

Kesuksesan akan didapat jika seseorang telah memiliki syarat dasar yang mengantarkan dirinya pada kesuksesan. Dan, rata-rata orang yang tidak sukses adalah mereka yang tidak memiliki syarat dasar tersebut, yaitu tidak mengenal dirinya sendiri.

Banyak orang yang cerdas tapi tidak menyadari bahwa dirinya mempunyai kecerdasan yang lebih dari semua orang, sehingga kecerdasan itu dibiarkan tidak berkembang bahkan tak nampak sekalipun. Adapula yang menyadari kecerdasannya, tetapi dia malah sombong dan congkak atas kecerdasannya itu, sehingga dengan kebangggaan yang berlebihan, ia melupakan usaha-usaha yang akan mengantarkannya menjadi lebih cerdas. Inilah orang yang tidak akan mendapatkan an-najah selama hidupnya.

Sementara itu, manusia yang memiliki kelemahan, kurang cerdas dan kurang mampu menangkap ilmu Allah dengan cepat. Sebenarnya, manusia seperti ini, juga mempunyai potensi untuk menggapai kesuksesan, asalkan ia mampu menutupi kelemahan dan kekurangannya. Akan tetapi, jika manusia tersebut tidak menutupi kekurangannya itu, maka ia akan sama keberadaannya seperti contoh di atas.

Dalam menempuh jalan kesuksesan, setiap orang pada hakikatnya mampu menggapainya dalam setiap langkah hidupnya, namun tak jarang ia akan menuai kegagalan, entah itu orang-orang cerdas atau kurang cerdas. Tetapi, jalan kesuksesan biasanya akan lebih mudah diraih oleh orang-orang yang cerdas. Karena itu, bagi manusia yang kurang cerdas tidak perlu berkecil hati, sebab kesuksesan akan dapat kita dapatkan meskipun dilalui dengan banyak kegagalan yang merintangi.

Sebagai manusia yang senantiasa menginginkan kesuksesan, langkah pertama adalah kita harus mampu mengidentifikasi diri sendiri. Apakah kita termasuk orang-orang kategori pertama yang memiliki kecerdasan dan kelebihan dari manusia yang lain, ataukah kita termasuk kelompok yang kedua, kelompok yang mempunyai kecerdasan yang kurang dan tak memiliki kelebihan dari manusia yang lainnya.

Maka dari itu, manusia yang cerdas dengan kecerdasannya harus mampu menahan diri dari sifat sombong dan mempunyai kemampuan untuk mengembangkannya menjadi lebih cerdas hingga pada tingkat yang paling optimal. Sedangkan bagi setiap manusia yang kurang cerdas, tidak boleh berputus asa, karena keadaan ini adalah kondisi awal dari setiap orang. Apabila ia mampu secara konsisten menjauhkan dirinya dari sifat keputusasaan itu, insya-Allah, ia akan menuai kesuksesan dalam hidupnya. Bisa jadi, kesuksesan yang diraihnya melebihi orang-orang yang lebih cerdas. Tentu, dalam batas-batas tertentu.
Leia Mais...
0

Antara Iman, Ilmu, dan Amal


Kita harus yakin dan menguasai hal-hal yang berkenaan dengan Islam, pada saat yang sama, kewajiban kita adalah mengamalkan apa yang menjadi ajaran Islam itu. Proses pengamalan inilah yang dinilai oleh Allah swt.

Allah menilai amal seseorang sesuai dengan petunjuk-petunjuk-Nya. Bagi Allah, amal yang memiliki nilai tinggi di hadapan-Nya adalah amal yang dilakukan dengan iklas. Ikhlas artinya bersumber dari satu keyakinan dan berdasarkan ilmu yang benar, sehingga lahirlah perbuatan yang terbaik.

Jadi, amal yang ikhlas itu merupakan amal perbuatan yang berangkat dari keyakinan semata-mata karena Allah, bukan karena niat-niat lain yang ada di balik itu. Ciri dari sebuah perbuatan atau amal yang ikhlas adalah apabila ia dilakukan dengan cara yang terbaik (the best). Manusia yang berangkat dari niat yang benar, ikhlas kepada Allah kemudian dia mengetahui ilmu yang berhubungan dengan perbuatannya itu, pasti dia akan melakukan yang terbaik di dalam hidupnya.

Orang yang beramal atau bekerja seenaknya, berbuat ala kadarnya, melakukan sesuatu karena ingin dipuji orang bukan karena Allah, biasanya selalu melakukan perbuatannya itu tanpa dilandasi keyakinan dan kepercayaan yang utuh.

Demikian juga, ketika seseorang beramal atau berbuat sesuatu tanpa atas dasar ilmu yang benar, tidak didasarkan kepada teori-teori atau syariat-syariat yang telah ditetapkan, tanpa memenuhi syarat dan rukun dari pekerjaan itu. Pasti pekerjaannya itu tidak menghasilkan sesuatu yang terbaik. Mana mungkin seseorang bisa berbuat atau beramal baik, kalau dia tidak tahu ilmunya, pasti perbuatannya itu akan penuh dengan kesalahan-kesalahan.
Karena itu dalam melakukan apa saja, terutama yang berhubungan dengan agama Islam, baik dalam hubungan kita dengan Allah atau dengan sesama manusia serta alam ini. Maka kita harus berangkat dari sebuah keyakinan terlebih dahulu, keikhlasan dan ketulusan semata-mata karena Allah, tetapi pada saat yang sama kita melakukannya atas dasar ilmu yang telah kita miliki itu. Inilah makna dari amal yang ikhlas, maka ketika Allah menegaskan bahwa kita ini diberi hidup dan mati untuk menguji kita siapa di antara kita yang paling baik amal perbuatannya, amal ibadahnya.

Allah berfirman, “Liyabluwakum ayyukum ahsanu ’amala”. Kita harus artikan bahwa perbuatan yang paling baik itu adalah perbuatan yang berangkat dari niat yang ikhlas dan berdasarkan ilmu yang benar. Niat yang ikhlas saja tanpa ilmu pasti menimbulkan kesalahan-kesalahan, ilmu saja tanpa niat yang ikhlas pasti akan menyimpang dari nilai-nilai kebenaran. Karenanya, mengamalkan apa saja yang menjadi ajaran Islam yang kita yakini itu, harus berangkat dari kepercayaan dan keikhlasan yang ada di dalam hati kita, kemudian dilaksanakan berdasarkan ilmu pengetahuan yang ada di otak kita.

Ada tiga unsur utama yang harus ada di dalam sikap kita terhadap agama, yaitu iman, ilmu, dan amal. Maka, akan tidak ada artinya keyakinan kalau tidak ada amal perbuatan, tidak ada artinya ilmu yang kita punya kalau tidak melahirkan amal-amal sholeh dalam kehidupan kita, bahkan naudzubillah ilmu yang tidak bermanfaat. Justru akan menjadi bumerang yang menghancurkan diri kita dan orang-orang lain di sekitar kita.

Lalu, bagaimana kita menggabungkan tiga hal tersebut? Apakah kita harus percaya dulu, kemudian belajar lalu beramal? Bukanlah itu cara yang harus kita tempuh, melainkan antara keyakinan, ilmu pengetahuan dan amal perbuatan haruslah diupayakan secara bersamaan, karena ketiganya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Ketiga prinsip dasar itu harus senantiasa kita asah, kita perbaiki setiap saat, agar kita dalam melakukan sesuatu, benar-benar berangkat dari keyakinan dan berdasarkan ilmu pengetahuan. Dari keyakinan kita melahirkan dorongan untuk selalu belajar-belajar dan berbuat sesuatu dengan ilmu yang kita punya itu.

Inilah tiga hal yang harus senantiasa dijadikan prinsip dalam hidup kita, yaitu antara iman, ilmu dan amal, antara keikhlasan dalam hati, kecerdasan dalam otak dan ketulusan di dalam beramal.
Leia Mais...
0

Jerat Hawa Nafsu dan Panjang Angan-Angan




Diriwayatkan dari Ali k.w. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya perkara yang paling saya takutkan terhadap kalian adalah menuruti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Adapun menuruti hawa nafsu dapat menghalangi dari kebenaran, sedangkan panjang angan-angan artinya sama dengan mencintai dunia.”
(HR Ibnu Abi-d Dunya)

Kondisi masyarakat Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Sebagian mereka kini terjangkiti virus menuruti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Dua virus yang bisa membunuh kepribadian bangsa dan menyebabkan kondisi kehidupan bangsa terus terpuruk.

Mega skandal Bank Century yang menilap uang negara sebesar 6,7 triliun menjadi bukti konkret bagaimana virus hawa nafsu telah menutup mata para petinggi negara ini dari kebenaran. Apa pun alasan yang dikemukakan, terutama untuk menyelematkan ekonomi bangsa ini. Sebenarnya hanya sekadar untuk menutup-nutupi fakta yang sesungguhnya. Apalagi bukti-bukti faktual menyatakan adanya tindak merugikan negara dan rakyat dalam kebijakan penyelamatan bank ini. Tapi, kebenaran tetaplah nyata. Ia tidak bisa ditutup-tutupi dengan apa pun, termasuk oleh para petinggi negara.

Virus lainnya yang menjangkiti bangsa ini adalah panjang angan-angan. Mimpi menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang maju, sejahtera, dan makmur menjadi sebuah utopia bila diukur dengan etos kerja masyarakatnya yang pemalas, mudah putus asa dan cepat puas diri.

Masyarakat Indonesia adalah tipe masyarakat yang hanya berpijak pada angan-angan, dan bukan pada kreativitas sebagai landasan hidupnya. Akibatnya, bangsa ini tidak mampu mengelola kekayaan alamnya yang luar biasa dan cenderung menjadi “tamu” di negerinya sendiri. Lahirlah berbagai bentuk penjajahan baru, terutama di bidang ekonomi dan kebudayaan. Tangan asing kini begitu kuat mencengkram pundak bangsa Indonesia.

Dua virus di atas—menuruti hawa nafsu dan panjang angan-angan—termasuk dua perkara yang paling Rasulullah takutkan terjadi pada umatnya. Umat Islam yang diserang virus ini, mereka akan merasa kekal selamanya di dunia. Ini sangat bahaya dan membahayakan.

Jerat Hawa Nafsu

Hawa nafsu adalah musuh bersama. Karena itu, memeranginya termasuk “jihad akbar” yang sangat dianjurkan bagi setiap muslim. Rasulullah saw. bersabda, “Kita baru kembali dari satu peperangan yang kecil untuk memasuki peperangan yang lebih besar.” Sahabat terkejut dan bertanya, “Peperangan apakah itu wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Peperangan melawan hawa nafsu.” (HR Al Baihaqi).

Kenapa hawa nafsu mesti diperangi? Karena hawa nafsu bisa memalingkan seseorang dari kebenaran. Seorang anggota kepala daerah misalnya, dia tidak lagi akan memperjuangkan nasib rakyat, kalau orientasinya di pemerintahan hanya untuk mengembalikan modal politik yang jumlahnya miliaran rupiah yang dikeluarkan selama masa kampanye. Mustahil dia bisa mengembalikan uang itu, kecuali dengan cara korupsi. Nafsu kekuasaan pasti akan menutupi mata batin kepala daerah tersebut sebagai pelayan masyarakat.

Peperangan hawa nafsu adalah jenis peperangan batin. Hal ini berbeda dengan peperangan secara face to face melawan musuh yang secara fisik nampak di depan mata. Kita bisa menembaknya dengan mudah. Kalau nafsu itu berada di luar jasa kita dan bisa kita pegang, mudahlah kita membunuhnya hingga mati. Tetapi nafsu kita itu mengakar di dalam diri kita, mengalir bersama aliran darah dan menguasai seluruh tubuh kita. Karena itu, tanpa kesadaran dan kemauan yang sungguh-sungguh kita pasti dikalahkan untuk diperalat sekehendaknya.

Memerangi hawa nafsu berarti memerangi penyakit hati seperti riya’, ujub, cinta dunia, gila pangkat, gila harta, banyak bicara, banyak makan, hasad, dengki, ego, dendam, buruk sangka, mementingkan diri sendiri, pemarah, tamak, serakah, bakhil, sombong dan sifat destruktif lainnya. Sifah-sifat itu melekat kuat dalam hati.
Satu-satunya cara membersihkannya adalah dengan memerangi sifat-sifat destruktif tersebut hingga ke akar-akarnya. Kita perlu mencuci hati setiap detik dengan dzikrullah tiada henti. Kalau kita malas mencucinya maka sifat-sifat itu akan semakin kuat dan menebal pada hati kita. Pada akhirnya akan menjadi penyakit. Sebaliknya, kalau kita mencuci setiap saat, maka hati akan bersih dan jiwa akan suci.

Nafsu itulah yang lebih jahat dari setan. Setan tidak dapat mempengaruhi seseorang kalau tidak meniti di atas nafsu. Dengan kata lain, nafsu adalah ‘highway‘ atau jalan bebas hambatan untuk setan. Kalau nafsu dibiarkan, akan membesar, maka semakin luaslah ‘highway‘ setan untuk membunuh manusia dari dalam.
Kalau nafsu dapat diperangi, maka tertutuplah jalan setan dan tidak dapat mempengaruhi jiwa kita. Sedangkan nafsu ini sebagaimana yang digambarkan oleh Allah sangat jahat. “Sesungguhnya hawa nafsu itu sangat membawa pada kejahatan.” (QS Yusuf: 53)

Selain memerangi, jalan lain yang mesti ditempuh adalah mengendalikan hawa nafsu dengan akal sehat dan hati yang jernih. Hawa nafsu yang dikendalikan akan berubah fungsi sebagai penggerak tingkah laku yang menyuburkan lahirnya motivasi internal yang sangat kuat, sehingga hidup lebih bermakna dan bernilai. Dalam kondisi demikian, hawa nafsu seperti energi yang akan selalu menggerakkan mesin untuk tetap hidup dan dinamis. Keseimbangan itu menjadikan orang mampu menekan dorongan hawa nafsu pada saatnya harus ditekan (seperti rem mobil), dan memberinya hak sesuai dengan kadar yang dibutuhkan.

Karenanya, keinginan menjadi bupati, anggota DPR, orang kaya, miliader atau konglomerat dan lainnya adalah dorongan nafsu yang wajar. Menjadi tidak wajar apabila keinginan itu dituruti tanpa kendali moral. Nah, jika dorongan hawa nafsu dituruti tanpa kendali moral, maka ia berubah menjadi dorongan hawa nafsu yang bersifat destruktif. Ingin kaya dengan cara korupsi atau menipu, ingin menjadi pejabat dengan cara menyuap. Itu semua ujungnya pasti destruktif.

Pengabdi hawa nafsu akan menuruti apa pun perilaku yang harus dikerjakan, betapapun itu menjijikkan. Jika orang memanjakan hawa nafsu dapat terjerumus pada glamourism dan hedonis, maka orang yang selalu mengikuti dorongan hawa nafsunya pasti akan terjerumus pada kriminalitas dan kenistaan, terutama menistakan Allah. Naudzubilâh.

Panjang Angan-Angan

Panjang angan-angan sama dengan mencintai dunia. Orang yang terserang penyakit panjang angan-angan senantiasa membayangkan dirinya akan abadi di dunia. Tidak ada kehidupan yang kekal abadi, kecuali di dunia. Sikap seperti inilah yang kemudian melahirkan manusia yang gila dunia. Dunia baginya adalah segalanya. Tidak ada hidup tanpa dunia. Sikap seperti ini, sungguh sangat membahayakan, terlebih bagi seorang muslim.

Panjang angan-angan akan menyebabkan manusia berambisi memiliki sebanyak mungkin harta dan kekayaan. Tidak peduli sumber dan caranya haram. Yang penting bisa menikmati kekayaan itu. Kalau perlu, ia akan melakukan tindakan monopoli dan oligopoli dengan cara menyingkirkan orang lain secara jahat dan licik.

Ciri lain orang yang panjang angan-angan adalah tidak pernah puas (qanaah) dengan apa yang sudah dimilikinya. Apabila orang itu sudah memiliki sepeda motor, maka ia berambisi memiliki mobil. Apabila sudah memiliki mobil, ia ingin memiliki pesawat terbang. Begitu seterusnya.

Orang dengan karakter seperti ini, senantiasanya menjadikan benda-benda sebagai barometer kesuksesannya. Semakin banyak benda-benda yang dimiliki, semakin ia merasa sukses. Padahal benda-benda itu sesungguhnya akan membuat dia pikun. Mata hatinya buta. Semakin jauh dari Allah. Dan, Allah akan membinasakannya. Cepat ataupun lambat.

Rasulullaah saw. bersabda, “Anak cucu Adam itu bisa menjadi pikun, dan ada dua hal yang menyertainya, yakni keserakahan dan angan-angan.” (HR Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan: “…dan ada dua hal bersamanya yang tetap muda, yaitu keserakahan terhadap harta dan keserakahan terhadap usia.” Lalu, Rasulullah saw. berkata, “Golongan pertama dari umat ini selamat karena keyakinan dan zuhud. Dan golongan terakhir dari umat ini binasa karena kekikiran dan angan-angan.” (HR Ibnu Abi-d Dunya).

Karena itu, tidak ada gunanya kita mengejar angan-angan. Semakin dikejar, angan-angan itu akan semakin menjauh, akhirnya menghilang. Mengejar angan-angan berarti mengejar ketidakpastian. Itu sama artinya dengan menjauh dari Allah. Lebih baik, kita habiskan hari-hari dalam rangkai perjalanan hidup yang singkat ini untuk beribadah kepada Allah. Hanya Allah yang memberikan kepastian hidup. Semakin jauh kita dari Allah, maka semakin jauh pula janji kebahagiaan yang akan Dia berikan kepada kita, terutama setelah kita hidup di akhirat kelak.

Suatu ketika, Rasulullaah bertanya kepada para sahabatnya, “Apakah kalian semua ingin masuk surga?” Para sahabat menjawab, ‘Tentu yaa Rasulullaah. Beliau lalu bersabda, “Kalau begitu jangan banyak angan-angan. Letakkan ajal kalian di depan mata. Dan merasa malulah kepada Allah dengan sungguh-sungguh.” (HR Ibnu Abi-d Dunya)

Secara eksplisit, hadits di atas menjelaskan tentang larangan banyak angan-angan dan senantiasa meletakkan ajal di depan mata. Artinya, kapan pun ajal akan segera menemui kita. Di sinilah pentingnya kita meneguhkan prinsip bahwa sebetulnya semua benda-benda duniawi yang kita miliki adalah titipan Allah untuk dimanfaatkan dalam koridor kepentingan Allah dan bermuara kepada Allah. Ketika kita bekerja di dunia, sesungguhnya kita sedang menyiapkan diri untuk dijemput Allah. Kapan dan di manapun kita berada.

Marilah kita berdoa sebagaimana Rasulullaah saw. berdoa, :“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari dunia yang dapat menghalangi kebajikan akhirat. Aku berlindung kepada-Mu dari hidup yang dapat menghalangi dari sebaik-baik kematian, dan aku berlindung kepada-Mu dari angan-angan yang dapat menghalangi sebaik-baik amal.” (HR Ibnu Abi-d Dunya)

Akhirnya, tidak ada pilihan lain kalau kita mendambakan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, kecuali kita mampu mengendalikan hawa nafsu dan mengubur angan-angan yang menipu. Semoga kita dijauhkan oleh Allah dari kesenangan hidup dunia yang penuh tipu daya dan angan-angan belaka. Amin.

Prenduan, 31 Maret 2010
Leia Mais...
0

Belajar Keteladanan

Selasa, 07 September 2010.

KH. Moh. Tidjani Djauhari, MA
Malam itu, 15 Ramadhan 1428 H atau 27 September 2007,pukul 02.00 WIB dini hari, Kiai sekaligus sosok panutan bagi semua Santri Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, dipanggil ke haribaan Allah SWT, setelah menjalani perawatan panjang mengobati komplikasi penyakit yang Allah cobakan kepada beliau.

Sebagai sebuah sosok kiyai panutan bagi santri, umat, dan masyarakat Madura, KH. Moh. Tidjani Djauhari, MA adalah menantu kesayangan KH. Zarkasyi, Pengasuh Pondok Modern Gontor Ponorogo. Sekaligus sosok ulama yang konsekwen pada prinsip hidup dan perjuangannya. Banyak pujian dan sanjungan tentang sosok Kiayi yang satu ini. Mulai dari masyarakat dimana beliau tingga, sampai alumni, wartawan senior, profesinal, cendekiawan, ulama dan sastrawan.

Bukti bahwa KH. Moh. Tidjani Djauhari, MA adalah seorang ulama yang konsekwen pada prinsip hidup dan perjuangannya, beliau enggan untuk terjun dan berjibaku dalam dunia politik. Banyak tawaran yang menggiurkan dari partai-partai politik yang beliau tolak. Bagaimana seandainya tawaran itu jatuh pada kita ? mungkin kita tidak akan berpikir panjang untuk menyetujui tawaran tersebut.

Tapi apa yang membuat Kiyai Tidjani enggan untuk terjun ke dunia politik ?

Sebagai seorang murid dan pengagum beliau, tanpa harus kultus individu, beliau adalah Kiyai yang sederhana, tawadhu’ dan sabar. Prinsip hidup dan perjuangannya untuk pendidikan dan umat yang membuat beliau enggan terjun ke dunia politik, yang syarat akan tujuan dan kepentigan. Sebab tidak ada yang abadi dalam berpolitik, temanpun akan menjadi lawan, murid dan santri pun akan menjadi musuh, bahkan saudara sendiripun akan menjadi lawan berat. Beliau tidak suka berdalih bahwa berjuang harus lewat jalur politik, karena membina dan mendidik jiwa serta kepribadian santri atau umat dari dalam merupakan hal fundamental yang harus di pupuk, dididik, dibina serta diasah sejak dini. Ini yang membedakan KH. Moh. Tidjani Djauhari, MA di mata santri,umat dan bangsa ini.

Semoga kita semua bisa belajar dan mengambil teladan yang baik dari sosok beliau, sebagai seorang yang abid, arif, mukhlish, penyabar, qona’ah, sederhana dan tawadlu’. Serta belajar dari pengalaman beliau selama menjadi seorang ulama’, kiyai, diplomat, penulis, sejarawan dan ahli tafsir
Leia Mais...
0

kh. tidjani jauhari


Ulama, Cendekiawan, dan Mujahid Tarbiyah

Pengabdian kepada umat harus senantiasa dilakukan secara kaffah, total dan maksimal. Demikian prinsip yang mengakar kuat di jiwa (alm) KH. Moh. Tidjani Djauhari, M.A. hingga maut menjemputnya, Kamis, 27 September 2007. Ibarat matahari, kehadiran Tidjani, tidak saja sebagai penebar cahaya, ia adalah cahaya itu sendiri yang mampu menerangi ruang kesadaran umat Islam dari segala penjuru.

Matahari Itu Terbit

Moh. Tidjani dilahirkan pada 23 Oktober 1945 di Prenduan, sebuah desa kecil 22 km di sebelah timur kota Pamekasan dan 30 km di sebelah barat kota Sumenep. Kelahirannya menyempurnakan suara genderang kemerdekaan bangsa Indonesia dari cengkraman kolonialisme. Mendidihkan gemuruh jihad para mujahid fi sabilillah ketika mempertahankan harkat dan martabat bangsa Indonesia dengan segala jiwa dan raga. Saat itu, Prenduan, juga kota-kota lainnya di Indonesia, berada dalam euforia kemerdekaan setelah 350 tahun lamanya hidup dalam kerangkeng penjajah.

Moh. Tidjani adalah putera keempat dari tujuh bersaudara. Ayahnya, KH. Djauhari Chotib, adalah seorang ulama besar, tokoh Masyumi, dan pendiri Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan. Kepemimpinan KH Djauhari di Hizbullah, berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter dan mental kepemimpinan Tidjani di masa mendatang.

Ditilik dari silisilah ayahnya, ada darah keturunan KH. As’ad Syamsul Arifin, ulama kharismatik pendiri PP. Salafiyah Syafi’iyah, Situbondo, mengalir di jiwanya. “Almarhum Kiai As’ad Syamsul Arifin adalah sepupu dari nenek saya. Jadi masih keluarga sendiri,’ tukasnya suatu ketika. Sedangkan dari pihak ibunya, Nyai Maryam, ia adalah keturunan Syaikh Abdullah Mandurah, salah satu muthowib di Mekkah asal Sampang, Madura, yang banyak melayani jamaah haji Indonesia.

Sejak kecil, Moh. Tidjani tumbuh berkembang dalam ranah pendidikan Islam yang sangat kental. Hal itu tak lepas peran ayahnya, Kiai Djauhari, yang berobsesi kelak Tidjani mampu menjelma pribadi muslim yang memiliki mental dan kepribadian yang tangguh. Karena itu, Tidjani kecil sangat akrab dan menikmati pendidikan keagamaan yang telah diterimanya sejak kecil. Tahun 1953, Tidjani menapakkan kakinya di bangku Sekolah Rakyat (SR) dan Madrasah Ulum Al-Washiliyah (MMA). Di sinilah, ia memulai belajar dasar-dasar ilmu pengetahuan. Hari-hari baginya adalah kesempatan emas untuk mengasah diri dan memperluas wawasan keilmuan. Tidjani sebagai matahari kecil mulai menebarkan cahaya. Cahayanya menelisik dan meranumkan senyum masyarakat Prenduan saat itu yang menaruh harapan besar di pundaknya.

Dari Gontor ke Saudi Arabia

Mengetahui minat dan bakat intelektual yang terpendam dalam Tidjani cukup besar, tahun 1958, Kiai Djauhari mengirimnya untuk nyantri di Pondok Modern Darussalam Gontor. Apalagi, Kiai Djauhari cukup kagum dengan sistem dan pola pendidikan modern yang diterapkan di pondok pimpinan KH. Imam Zarkasyi itu. Sebuah pondok yang tidak mengenal kamus dikhotomi antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Di sinilah, Tidjani memulai petualangan ilmu pengetahuannya. Tidak saja ilmu-ilmu keagamaan an sich yang ia pelajari, melainkan juga keterampilan dasar kepemimpinan dan manajemen. Tidjani dikenal santri yang cerdas. Tak ayal, prestasi akademik tertinggi pun selama nyantri Gontor diraihnya.

Bulan Januari 1964, Tidjani tamat dari KMI Gontor dan melanjutkan ke Perguruan Tinggi Darussalam (PTD) (ISID sekarang, red) sekaligus menjadi guru KMI Gontor. Waktu itu, Tidjani dipercaya sebagai sekretaris Pondok dan staf Tata Usaha PTD. Jabatan ini tergolong baru di Gontor. Jadilah Tidjani sebagai sekretaris pertama di Pondok Modern Gontor. Posisi sebagai sekretaris ia manfaatkan dengan maksimal. Jabatan inilah yang memungkinkannya untuk melakukan interaksi secara luas dengan berbagai pihak secara intens, tak terkecuali dengan (alm) KH. Imam Zarkasyi, yang kelak menjadi mertuanya, setelah Tidjani mempersunting putrinya, Anisah Fathimah Zarkasyi. Inilah kado paling berharga dalam petualangan panjang Tidjani belajar di Gontor, sekaligus menandai lahirnya babak baru komunikasi edukatif antara Al-Amien dan Gontor.

Setelah mengabdi setahun di Gontor, tahun 1965, Tidjani melanjutkan studinya di Universitas Islam Madinah. Ia diterima di Fakultas Syariah. Kesuksesan studinya di universitas ini, di antaranya, berkat usaha kakeknya, Syeikh Abdullah Mandurah. Tahun 1969, Tidjani tamat belajar tingkat license dari Fakultas Syariah Jamiah Islam Madinah dengan predikat mumtaz. Tak puas, tahun 1970, Tidjani melanjutkan studi magisternya di Jamiah Malik Abdul Aziz, Mekkah, hingga akhirnya lulus tahun 1973, dengan tesis “Tahqiq Manuskrip Fadhail Al-Quran wa Adaabuhu wa Muallimuhu li-Abi Ubaid Al-Qosim” (Keistimewaan Al-Quran: Etika dan Rambu-rambunya dalam Perspektif Abu Ubaid Al-Qosim). Sebuah kajian mendalam tentang sebuah manuskrip kitab tentang Al-Quran yang dikarang oleh Abu Ubaid Al-Qosim, seorang ulama Syam, yang hidup sezaman dengan Imam Syafi’ie. Bahasa asli kitab ini masih menggunakan bahasa Romawi. Untuk kepentingan inventarisasi dan pendalaman bahan penelitian ini, Tidjani menjelajahi perpustakaan-perpustakaan di Turki, Jerman, Belanda, Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Spanyol hingga Mesir. Alhasil, penjelajahan intelektual-akademisi yang cukup melelahkan itu mengantarkannya meraih predikat mumtaz (cum laude) dari Jamiah Malik Abdul Aziz, Mekkah.

Selain aktivitas kampus, sejak 1967-1986, Tidjani aktif berkiprah dalam Persatuan Pelajar Indonesia (PPI), Saudi Arabia, baik sebagai sekretaris, ketua, dan terakhir tercata sebagai penasihat PPI.

Menggayuh Karier di Rabithah ‘Alam Islami

Kisah ini bermula ketika M. Natsir – dai, ulama, politisi, ketua Partai Masyumi, dan mantan Perdana Menteri Pertama Republik Indonesia (1950-1951) — menghadiri undangan sebagai tamu pemerintah Saudi Arabia untuk mengetahui tim ulama dari Saudi Arabia, Irak, Tunisia, Maroko dan Mesir guna mengantisipasi problematika tanah Quds setelah jatuh ke tangan Zionis Yahudi tahun 1967. Saat itu, M. Natsir tercatat sebagai anggota Rabithah Alam Islami dan Muktamar Alam Islami. Kedatangan M. Natsir dimanfaatkan oleh Tidjani untuk berkenalan dan bersilaturrahim. Tidjani mengagumi sosok M. Natsir sebagai pibadi besar dan berwibawa. Tidjani masih tercatat sebagai mahasiswa di Jamiah Islamiyah Madinah.

Dalam kunjungan selanjutnya, M. Natsir mendengar ada putra Indonesia yang meraih predikat terbaik di Jamiah Malik Abdul Aziz, Mekkah. Mengetahui itu, M. Natsir takjub dan segera mencari informasi siapa putra Indonesia itu. Yang kemudian diketahui bernama Moh. Tidjani. Atas prestasi yang dicapainya itu, tahun 1974, M. Natsir merokemendasikan Tidjani untuk diterima bekerja di Rabithah Alam Islami. Sejak tahun itulah, Tidjani resmi berkarier di Rabithah Alam Islami dengan jabatan pertama sebagai muharrir (koresponden) yang tugas mengurusi surat-menyurat yang datang dari berbagai penjuru dunia. “Pak Natsir minta saya agar tidak pulang ke Indonesia dan belajar dulu di Rabithah. Saya menerima nasihat tersebut,” kenang Tidjani.

Kariernya di Rabithah melesat cepat. Beberapa jabatan penting pernah direngkuhnya, antara lain: Anggota Bidang Riset (1974-1977), Sekretaris Departemen Konferensi dan Dewan Konstitusi (1977-1979), Direktur Bagian Penelitian Kristenisasi dan Aliran-aliran Modern yang Menyimpang (1979-1981), Direktur Bagian Keagamaan dan Aliran-aliran yang Menyimpang (1983-1987), dan Direktur Bagian Riset dan Studi (1987-1988).

Keaktifannya di Rabithah Alam Islami inilah yang mengantarkannya menjelajahi berbagai negara di belahan dunia: Eropa, Afrika, Amerika, dan Asia. Di antaranya, tahun1976, Tidjani mengikuti Konferensi Islam di kota Dakkar, Senegal. Pada tahun yang sama, hadir dalam Konferensi Islam Internasional di Mauritania, Afrika. Tahun 1977, Tidjani mengikuti Seminar Hukum Islam di Chou University, Tokyo, Jepang. Sementara pada tahun 1978, Tidjani mengikuti Pertemuan Lintas Agama di Velenova University, Philadelpia dan Dallas, Texas, Amerika Serikat.

Antara tahun 1978-1982, Tidjani terpilih sebagai salah wakil Rabithah yang dikirim sebagai tim rekonsiliasi untuk menuntaskan masalah muslim Mindanau, Piliphina. Tugas yang sama dibebankan kepadanya, ketika tahun 1983, dikirim sebagai tim rekonsiliasi masalah politisasi agama di Burma dan konflik di Bosnia. Pada tahun ini pula, Tidjani mengikuti Pertemuan Lintas Agama di Birmingham dan Leeds University, Inggris.

Berlabuh di Al-Amien Prenduan

Ketika kariernya Rabithah Alam Islami berada di puncak. Tidjani memutuskan untuk pulang kampung halaman. Ibarat kacang, Tidjani tidak pernah lupa kulitnya. Bulan Januari 1989, Tidjani beserta keluarga tiba di Indonesia setelah kurang lebih 23 tahun lamanya bermukin di Tanah Suci, Mekkah. Tidjani sudah mencicipi asin garam perjalanan dakwah lewat organisasi Rabithah Alam Islami. Bahkan, manis pahitnya kebudayaan Timur Tengah sudah ia rasakan. Dalam komunikasi Bahasa Arab, boleh dikatakan, lisan Tidjani adalah lisan Arab.

Kepulangannya di Al-Amien Prenduan disambut gegap gempita. Tidjani memaknainya sebagai babak baru perjalanan dakwahnya, khususnya di bidang pendidikan. Misinya adalah merealisasikan dan menyempurnakan Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, yang telah didirikan oleh ayahnya, Kiai Djauhari Chotib, tahun 1971, menjadi lembaga pendidikan Islam ala Gontor yang berkualitas, kompetitif, dan bertaraf internasional.

Bersama Idris Jauhari, adiknya, yang lebih awal eksis membina pondok sejak tahun 1971 dan Maktum Jauhari, adiknya, yang tiba dari Kairo, Mesir, setahun kemudian. Serasa mendapat amunisi baru, ketiganya, ditambah unsur pimpinan yang lain, bergerak cepat melakukan pembenahan dan penyempurnaan. Hasilnya, di antaranya, adalah pembangunan Masjid Jami’ Al-Amien (1989) dan membuka Ma’had Tahfidzil Quran (MTA) (1991) serta mengembangkan status Sekolah Tinggi Agama Islam menjadi Institut Dirosah Islamiyah Al-Amien (IDIA), dan pendirian Pusat Studi Islam (Pusdilam) (2003).

Dalam kurun waktu 18 tahun (1989-2007), Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan telah menjelma sebagai pondok yang representatif, disegani, dan berwibawa, sekaligus sebagai pondok tempat menyiapkan kader-kader pemimpin umat yang kompeten dan mumpuni. Hingga September 2007, sebanyak 5.243 santri, yang berdatangan dari seluruh penjuru Indonesia dan negera-negara tetangga, belajar dan menempa diri di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan.

Dari Madura untuk Bangsa

“Jangan membangun di Madura, tapi bangunlah Madura,” demikian tegas Tidjani, pada sebuah kesempatan, menyikapi rencana industrialisasi Madura yang didahului dengan pembangunan jembatan Suramadu. Timbulnya dampak negatif-destruktif dari pembangunan Suramadu menjadi kekhawatiran banyak pihak, tak terkecuali Kiai Tidjani. Bersama ulama se Madura yang tergabung dalam Badan Silaturrahim Ulama Pesantren Madura (BASSRA), Tidjani melakukan serangkaian kegiatan, agar nantinya, pembangunan di Madura berjalan dalam koridor yang selaras dengan nilai-nilai budaya Madura yang islami. Ia menolak keras eksploitasi Madura demi kepentingan ekonomi semata.

Ide segarnya tentang “provinsiliasi Madura” hingga menjadikan Madura sebagai “Serambi Madinah” mendapat respon positif dari berbagai kalangan. Respon itu seperti tertuang dalam Hasil Kesimpulan Seminar Ulama Madura tentang Pembangunan dan Pengembangan Madura (1993), Piagam Telang Madura (1997), Rumusan Sarasehan “Menuju Masyarakat Madura yang Madani” (1999), Deklarasi Sampang (2006).

Terkait pebangunan di Madura, Tidjani menegaskan ada dua (2) hal yang harus segera dilakukan. Pertama, pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat Madura berdasarkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan yang kokoh untuk meminimalisir dampak pembangunan. Kedua, pendidikan. Pendidikan terkait dengan penyiapan SDM yang berkualitas, hingga nantinya masyarakat Madura mampu memanfaatkan pembangun bukan malah dimanfaatkan oleh pembangunan. Nantinya, masyarakat Madura tidak lagi menjadi “orang asing” di negerinya sendiri.

Layaknya seorang kiai, sayap dakwah yang dikembangkan Tidjani tidak saja berputar pada persoalan Madura saja, totalitas pengabdian dan kiprahnya menjangkau segala persoalan bangsa, baik sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, dan lainnya.

Tidjani berusaha merekam segala detail persoalan dan problematika yang dihadapi umat Islam saat ini. Ketika aksi pornografi dan pornoaksi merebak dan meresahkan masyarakat, Tidjani beserta ulama BASSRA membuat pressure agar persoalan ini segera dituntaskan. Saat umat Islam Palestina diinjak-injak martabatnya oleh Zionis Yahudi, Tidjani, lewat BASSRA, mengutuk keras aksi biadab Zionis Yahudi dan menyerukan aksi solidaritas dari seluruh umat Islam sedunia.

Kecendekiawanan dan ketokohannya memantik apresiasi positif dari berbagai pihak. Berbagai posisi penting pernah diembannya. Antara lain, Ketua Forum Silaturrahmi Pimpinan Pondok Pesantren Alumni Pondok Modern Gontor (1992-2007), Dewan Pakar ICMI Jatim (1995-2000), salah seorang pendiri Badan Silaturrahmi Pondok Pesantren (BSPP) (1998), dan Ketua II Majlis Ma’had Aly Indonesia (2002)

Setelah 62 Tahun

Setelah 62 tahun, Tidjani mengabdikan dirinya untuk umat dan bangsa. Allah memanggilnya ke haribaan-Nya dengan senyum, Kamis dini hari (27/9) sekitar pukul 02.00 WIB di kediamannya. Almarhum wafat akibat penyakit jantung. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan ini meninggalkan seorang istri (Ny. Hj. Anisah Fathimah Zarkasyi), 3 putra (KH. Ahmad Fauzi Tidjani, MA, Imam Zarkayi, Abdullah Muhammadi), 5 putri (Hj. Shofiyah, Hj. Aisyah, Afifah, Amnah, dan Syifa’), dan 2 cucu (Syafiqoh Mardiana dan Ayman Fajri).

Selamat jalan Kiai! Semoga Allah menerima amal baik dan menempatkan Kiai di surga-Nya. Amin.
Leia Mais...
0

surah annazi'a dalam tafsier ibnu katsier

Jumat, 03 September 2010.

SURAH AN-NAZI'AT DALAM TAFSIER IBNU KATSIER
(Oleh : Rahmayani Anya)
1. Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, وَالنَّازِعَاتِ غَرْقًا 1
2. dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut, وَالنَّاشِطَاتِ نَشْطًا 2
3. dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat, وَالسَّابِحَاتِ سَبْحًا 3
4. dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang, فَالسَّابِقَاتِ سَبْقًا 4
5. dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia). فَالْمُدَبِّرَاتِ أَمْرًا 5
6. (Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama menggoncangkan alam, يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ 6
7. tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua. تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ 7
8. Hati manusia pada waktu itu sangat takut, قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ 8
9. pandangannya tunduk. أَبْصَارُهَا خَاشِعَةٌ 9
10. (Orang-orang kafir) berkata: "Apakah sesungguhnya kami benar-benar dikembalikan kepada kehidupan yang semula? يَقُولُونَ أَئِنَّا لَمَرْدُودُونَ فِي الْحَافِرَةِ 10
11. Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang-belulang yang hancur lumat?" أَئِذَا كُنَّا عِظَامًا نَخِرَةً 11
12. Mereka berkata: "Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan". قَالُوا تِلْكَ إِذًا كَرَّةٌ خَاسِرَةٌ 12
13. Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja, فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ 13
14. maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ 14

1. Tafsier dari ayat 1-14
"Demi yang mencabut dengan keras" maksudnya ketika para malaikat ketika mereka mencabut nyawa orang-orang kafir dari keturunan abam yang ditenggelamkan dalam api neraka. "Dan yang mencabut dengan lemah lembut," yaitu ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang yang beriman dengan penuh kelembutan, seolah-olah dilepaskan dengan kelembutan hati. "Dan yang turun dari langit dengan cepat dan yang mendahului dengan kencang," yaitu para malaikat mendahului orang yang beriman masuk kesurga. "Dan yang mengatur urusan" yaitu para malaikat yang mengatur urusan dengan izin Allah SWT dari langit menuju bumi.
Allah swt berfirman, "pada hari ketika tiupan pertama mengoncangkan alam, tiupan pertama itu diiringi dengan tiupan kedua. "Ibnu abbas mangatkan "Ar-rajifahdan dan ar-radifah ini adalah tiupan yang pertama dan tiupan yang kedua. "diterima dari mujahid yang berkata,"adapu tiupan yang perama sebagaimana yang tercantum dalam firman allah swt, 'pada hari ketika tiupan pertama mengoncangkan alam.'" Adapun yang kedua adalah ar-radiefah maka ayat ini seperti firman-Nya, "Dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya dengan sekali benturan." (Al-Haqqah).
Seperti sebuah hadits yang diriwayatkan oleh tarmidzi dan ibnu abi hatim, yang artinya "apabila rasullah saw melewati sepertiga malam terakhir, maka beliau berdiri dan berkata, "hai umat manusia, ingatlahallah kerena telah datang tiupan pertama dan diiringi denga tiupan kedua. Kematian telah datang dengan suasananya. (Hr. Tarmidzi dan Ibnu Abi Hatim)
Allah swt berfirman "hati manusia pada saat itu sangat takut, pandangan tunduk,'" yaitu pandangan-pandangan manusia ketika itu menunduk dan merendah karena kengerian suasana kiamat yang mereka saksikan. Selanjutnya-Nya Allah SWT berfirman, "apakah sesungguhnya kami benar-benar dikembalikan pada kehidupan yang semula?" yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah orang-orang musyrik quraisy dan orang-orang yang berkata seperti mereka, untuk menunjukkan pengingkaran mereka terhadap hari berbangkit, setelah jasad-jasad mereka hancur dan tulang belulang mereka berserakan didalam kubur. "apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat'?" mereka berkata, kalau demikian itu adalah salah satu pengembalian yang sangat merugikan." Maksudnya orang-orang quraisy mengatakan, "bila benar jika kami akan dihidup kankembali oleh allah setelah kematian, maka kami pasti akan merugi. "Allah SWT berfirman, "sesungguhnya pengembalain itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi." Yaitu, sesungguhnya hari kebangkitan itu hanyalah satu kali perintah dari allah swt saja, yang diperintahkan kepada malaikat israfil untuk meniupkan sangkakala tertanda hari berbangkit telah tiba.
Adapun Firman Allah SWT, "maka dengan serta merta mereka hidup kembali dipermukaan bumi." Mengenai pengertian as-shahirah ini para ulama tafsier barlainan pendapat, namun pendapat yang benar mengartikannya sebagai bumi dan permukaannya yang diatas, sebagaimana yang telah dikatakan oleh mujahid, "ketika itu mereka ada di permukaan bumi, kemudian dikelurkan keatas permukaan bumi."

15. Sudahkah sampai kepadamu (ya Muhammad) kisah Musa. هَلْ أتَاكَ حَدِيثُ مُوسَى 15
16. Tatkala Tuhannya memanggilnya di lembah suci ialah Lembah Thuwa; إِذْ نَادَاهُ رَبُّهُ بِالْوَادِي الْمُقَدَّسِ طُوًى 16
17. "Pergilah kamu kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى 17
18. dan katakanlah (kepada Firaun): "Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)" فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَى أَنْ تَزَكَّى 18
19. Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?" وَأَهْدِيَكَ إِلَى رَبِّكَ فَتَخْشَى 19
20. Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar. فَأَرَاهُ الآيَةَ الْكُبْرَى 20
21. Tetapi Firaun mendustakan dan mendurhakai. فَكَذَّبَ وَعَصَى 21
22. Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). ثُمَّ أَدْبَرَ يَسْعَى 22
23. Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. فَحَشَرَ فَنَادَى 23
24. (Seraya) berkata: "Akulah tuhanmu yang paling tinggi". فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الأعْلَى 24
25. Maka Allah mengazabnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia. فَأَخَذَهُ اللَّهُ نَكَالَ الآخِرَةِ وَالأولَى 25
26. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut (kepada Tuhannya). إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِمَنْ يَخْشَى 26

2. Tafsier Ayat ke 15-26
Allah SWT berfirman, " Sudahkah sampai kepadamu (ya Muhammad) kisah Musa?" yaitu apakah kamu sudah mendengar berita tentang dia "tatkala tuhannya memanggil dia di lembah suci ialah lembah thuwa'?" thuwa itu menurut pendapat yang paling benar adalah nama subuah lembah, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surah thaha. "pergilah kamu kepada fir'aun sesungguhnya dia telah melampaui batas," yaitu sombong, takabur, bertindak sewenang-wenang, dan malampaui batas. "dan katakanlah adakah dirimu mempunyai keinginan untuk membersihkan diri, yaitu maukah dirimu diajak kepada suatu jalan yang akan membersihkan kamu, artinya, kamu tunduk dan taat, "dan kamu akan ku pimpin kejalan tuhanmu, "yaitu aku pimpin kamu untuk beribadah kepada allah agar engkau takut kepada allah swt, sehingga hati khusyu setelah sebelumnya keras dan berada jauh dari kebenaran. "lalu musa memperlijatkan kepadanya mu'zizat yang besar. "yaitu, musa memperlihatkan kepada fir'aun, disamping mendakwahinya, hujjah yang sangat kuat dan bukti yang sangat erat dan membenarkan risalah yang dia bawa dari sisi Allah.
Allah swt berfirman, "tetapi fir'aun menduskan dan mendurhakainya. "yaitu, hatinya malah kufur shingga dia tidak mau tunduk kepada musa secara lahir dan batin. Mengetahui kebenaran ternyata tidak selamanya mengantarkan kepada keimanan karena maghfirah itu adalah pengetahuan hati dan iman adalah pengamalannya, yaitu tunduk dan pasrah kepada kebenaran.
Allah ta'ala berfirman, "kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang. "guna menandingi kebenaran dengan kebatilan, dia pun mengumpulkan tukang-tukang sihir, untuk mengimbangi mu'zizat luar biasa yang dibawa oleh nabi musa a.s. "maka dia mengumpulkan lalu berseru memanggil kaumnya, "akulah tuhanmu yang paling tinggi". ucapan ini dilotarkan oleh fir'aun setelah dia mengatkan, "aku tidak pernah mengetahui ada tuhan lain selain diriku" empat puluh tahun sebelumnya.
Allah swt berfirman, "maka allah mengazabnya dengan azab diakherat dan azab di dunia." Yaitu, allah memberikan hukuman kepadanya dengan menenggelamkannya ketika di dunia dan memasukkannya kedalam siksa yang sangat besar di akherat nanti. "sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut." Yaitu, bagi orang yang pandai mengambil pelajaran dan tercegah dari mengambil kemaksiatan.

27. Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membangunnya, أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ بَنَاهَا 27
28. Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا 28
29. dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang. وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا 29
30. Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. وَالأرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا 30
31. Ia memancarkan daripadanya mata airnya dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا 31
32. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا 32
33. (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu. مَتَاعًا لَكُمْ وَلأنْعَامِكُمْ 33

3. Tafsier Ayat 27-33
Allah ta'ala mengemukakan hujjah kepada para pengingkar hari berbangkit, yaitu perihal mengembalikan mahkluk setelah ia tiada. "apakah kamu," hai umat manusia," yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit?" maksunya, justru langitlah yang lebih hebat penciptaanya dari pada kamu. Adapaun firman Allah ta'ala," allah telah membangunnya," ditafseirkan dengan firman allah ta'ala yang selanjutnya," ia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakan-Nya." Yaitu allah telah menjadikannya sebagai bangunan yang amat tinggi dan jauh dari daratan dan seluruh penjurunya seimbang ditaburi dengan bintang-bintang ditengah malam.
Allah ta'ala berfirman, "dan dia menjadiakan malamnya galap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumis sesudah itu dihamparkannya." Kemudian ayat ini ditafsierkan dengan firmannya kemudian," dia mengeluarkan darinya mata airnya dan tumbuh-tumbuhannya."
Telah diuaraikan penjelasan mengenai hal ini dalam surah as-sajadah bahwa bumi diciptakan sebelum langit, akan tetapi bumi baru dihamparkan setelah penciptaan langit sempurna, artinya dia telah mengelurakan segala sesuatu yang terkandung didalamnuya dengan kekutan menuju kenyataan. Allah Ta'ala berfirman," dan gunung-gunung dipancangkannya dengan teguh," yaitu dikokohkan ditempatnya masing-masing. Diriwayakan oleh Imam Ahmad dari Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah SAW. bersabda yang artinya "setelah allah mencipatakan bumi, bumi itu doyong, kemudian allah menciptakan gunung lalu ditancapkan di atanya, lalu tegaklah bumi."
Allah ta'ala berfirman," untuk kesengan dan untuk binatang-binatang ternakmu." Yaitu, allah membentangkan bumi kemudian mengeluarkan mata airnya dan menumbuhkan kandungan-kandungan, lalu mengalirkan sungai-sungainya dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan da buah-buahannya serta menancapkan gunugn-gunungnya agar penghuninya dapat menetap dengan tenang. Semuanya itu merupakan kenikmatan dari allah ta'ala bagi para hambanya dan bagi kepentinganmereka, seperti kepantingan terhadap binatang ternak untuk pangan dan kendaraan didunia sampai kehidupan berhanti dan ajal tiba.

34. Maka apabila malapetaka yang sangat besar (hari kiamat) telah datang. فَإِذَا جَاءَتِ الطَّامَّةُ الْكُبْرَى 34
35. Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya, يَوْمَ يَتَذَكَّرُ الإنْسَانُ مَا سَعَى 35
36. dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang yang melihat. وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِمَنْ يَرَى 36
37. Adapun orang yang melampaui batas, فَأَمَّا مَنْ طَغَى 37
38. dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا 38
39. maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal (nya). فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى 39
40. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى 40
41. maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya). فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى 41
42. (Orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari berbangkit, kapankah terjadinya?. يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا 42
43. Siapakah kamu (sehingga) dapat menyebutkan (waktunya)? فِيمَ أَنْتَ مِنْ ذِكْرَاهَا 43
44. Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya). إِلَى رَبِّكَ مُنْتَهَاهَا 44
45. Kamu hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepadanya (hari berbangkit). إِنَّمَا أَنْتَ مُنْذِرُ مَنْ يَخْشَاهَا 45
46. Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari. كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا 46
4. Tafsier Surah ke 34-46
Allah swt berfirman," maka apabila maka petaka yang sangat besar telah datang," maksudnya adalah hari kiamat," pada hari manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya," artinya pada saat itu anak cucu adam akan ingat terhadap semua amal perbuatannya, yang baik dan yang buruk. " Dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang yang melihatnya," yaitu neraka jahim akan diperlihatkan bagi mereka yang ingin melihatnya, maka umat manusiapun melihatnya dengan mata telanjang. "adapun orang yang melampaui batas," congkak dan bertindak sewenang-wenang," dan lebih mengutamakan kehidupan dunia," dari pada kepentingan agamanya dan kehidupan akheratnya, "maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal-(nya)." Yaitu, sesungguhnya dia sedang berjalan manuju neraka jahim dan makanannya adalah pohon Zaqqum, sedangkan minumannya adalah air yang sangat panas. "dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya," yaitu adalah orang-orang yang sangat takut saat berdiri dihadapan Tuhannya yang maha perkasa lagi mulia serta tidak mengikutin hawa nafsunya dan menuntunnya dalam ketaatan kepada Allah Ta'ala," maka susunggunya suragalah tempat tinggal-(Nya)." Artinya, sesungguhnya dia tengah berjalan menuju surga.
Kemudian Allah ta'ala berfirman, "mereka bertanya kepada mu tentang hari berbangkit, kapankah terjadinya? Siapakah kamu (sehingga) dapat menyebutkan (waktunya)? Kepada tuhanmulah dikembalikan kesudahannya." Yaitu, ilmunya tidaklah diserahkan kepada kamu dan tidak pula kepada orang lain, bahkan hanya Allah saja yang tahu, sebagaimana firmannya, "dan saat itu tidak akan datang kecuali dengan tiba-tiba."
Allah Ta'ala berfirman, "kepada tuhanmulah dikembalikan kesudahannya." Ayat ini seperti firmannya," katakanlah, 'sesungguhnya ilmunya hanyalah disisi Allah. "'Firman-Nya," kamu hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepadanya." Yaitu, sesungguhnya aku mengutus tiada lain agar kamu memberi peringatan kepada umat manusia dan mewanti-wanti mereka dari siksa Allah dan hukuman-Nya. Maka oran yang takut kepada Allah pastilah akan mengikutimu, dan dia akan mendapatkan kebahagiaan. Sedangkan, orang-orang yang merugi adalah orang yang mendustakan dan menentang.
Allah Ta'ala berfirman," pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal melaikan diwaktu sore atau pagi hari." Yaitu, apabila mereka bangkti dari kuburan-kuburan mereka menuju padang mahsyar, mereka meraskan kehidupan dunia itu sangat sebentar sekali, sehingga seolah-olah dalam pandangan mereka hanya selama sore hari saja atau hanya selama pagi hari saja.
Leia Mais...
0

Keistimewaan Bulan Ramadhan dan Doa-doa Pilihan

Sabtu, 21 Agustus 2010.

Bulan Ramadhan memiliki keutamaan dan keistimewaan yang besar. Semua amal soleh yang dilakukan pada bulan ini akan mendapat balasan lebih banyak dan lebih baik. Oleh karena itu kita sangat dianjurkan untuk memperbanyak amal kebajikan dan meninggalkan kemaksiatan. Diantara keutamaan dan keistimewaan bulan Ramadhan tersebut, disebutkan dalam beberapa riwayat:
1. Ramadhan adalah bulan penuh berkah, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan pun dibelenggu. Pada bulan Ramadhan terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Rasulullah SAW bersabda:
قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌمُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فَيْهِ أبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فَيْهِ أبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلًّ فَيْهَ الشَّيَاطَيْنُ فَيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ ألْفِ شَهْرٍ
Telah datang Bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, maka Allah mewajibkan kalian untuk berpuasa pada bulan itu, saat itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, para setan diikat dan pada bulan itu pula terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. (HR. Ahmad)

2. Allah SWT membebaskan penghuni neraka pada setiap malam bulan Ramadhan. Rasulullah SAW bersabda:
إذَا كَانَ أوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِرَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِيْنُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أبْوَابُ الجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِيْ مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذَلِكَ كُلُّ لَيْلَةٍ
Jika awal Ramadhan tiba, maka setan- setan dan jin dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, tidak ada satu pintu pun yang dibuka. Sedangkan pintu-pintu surga dibuka, dan tidak satu pintu pun yang ditutup. Lalu ada seruan (pada bulan Ramadhan); Wahai orang yang menginginkan kebaikan, datanglah. Wahai orang yang ingin kejahatan, tahanlah dirimu. Pada setiap malam Allah SWT memiliki orang-orang yang dibebaskan dari neraka. (HR Tirmidzi)
3. Puasa bulan Ramadhan adalah sebagai penebus dosa hingga datangnya bulan Ramadhan berikutya. Rasulullah SAW bersabda:
اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَاُن إلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاةٌ مَا بَيْنَهُنَّ إذَاجْتَنَبَ اْلكَبَائِرَ
Jarak antara shalat lima waktu, shalat jum’at dengan jum’at berikutnya dan puasa Ramadhan dengan Ramadhan berikutnya merupakan penebus dosa- dosa yang ada diantaranya, apabila tidak melakukan dosa besar. (HR Muslim)
4. Puasa Ramadhan bisa menebus dosa-dosa yang telah lewat, dengan syarat puasanya ikhlas. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَا نًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa berpuasa dibulan Ramadhan karena Iman dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari dan Muslim)
5. Barangsiapa memberi buka orang yang puasa maka mendapat pahala sebanyak pahala orang puasa tersebut.
مَنْ فَطَرَ صَائِمًا كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أجْرِ الصَّا ئِمِ لَا يَنْقُصَ مِنْ أجْرِ الصَّائِمِ شَيْئٌ
Barangsiapa memberi perbukaan (makanan atau minuman) kepada orang yang berpuasa, maka dia akan mendapat pahala seperti pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa tersebut. (HR Ahmad)
6. Sedekah yang paling baik adalah pada bulan Ramadhan.
أيُّ الصَّدَقَةِ أفْضَلُ؟ قَالَ صَدَقَةٌ فَيْ رَمَضَانَ
Rasulullah SAW pemah ditanya; Sedekah apakah yang paling mulia? Beliau menjawab: “Yaitu sedekah dibulan Ramadhan.” (HR Tirmidzi)
7. Orang yang banyak beribadah (menghidupkan) bulan Ramadhan, maka dosa-­dosanya diampuni oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيْمَا نًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa beribadah (menghidupkan) bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim)
8. Doa orang yang berpuasa adalah mustajab Rasulullah SAW bersabda:
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ ؛دَعْوَةُ الصَّائِمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ
Ada tiga macam doa yang mustajab, yaitu doa orang yang sedang puasa, doa musafir dan doa orang yang teraniaya. (HR Baihaqi)
9. Puasa dan ِAl-Qur’an yang dibaca pada malam Ramadhan akan memberi syafaat kepada orang yang mengerjakannya kelak dihari kiamat. Rasulullah SAW bersabda:
اَلصُّيَامُ وَاْلقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ يَقُوْلُ اَلصِّيَامُ أيْ رَبِّ مَنَعْتُهُُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتَ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِى فَيْهِ وَيَقُوْلُ اْلقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِالَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيْهِ قَالَ فَيُشَفِّعَانِ
Puasa dan Al-Qur’an akan memberikan syafaat seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata: “Ya Rabbi, aku mencegahnya dari makan dan minum di siang hari”, ِAl-Qur’ an juga berkata: “Aku mencegahnya dari tidur dimalam hari, maka kami mohon syafaat buat dia.” Beliau bersabda: “Maka keduanya dibolehkan memberi syafaat.” (HR Ahmad)
10. Orang yang melaksanakan Umrah pada bulan Ramadhan maka mendapat pahala seperti melakukan Haji. Rasulullah SAW bersabda:
فَإِنَّ عُمْرَةَ فِيْ رَمَضَانَ حَجَّةٌ
Sesungguhnya umrah dibulan Ramadhan sama dengan pahala haji. (HR Bukhari)
Doa-Doa Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah bulan mulia, penuh berkah dan mustajab, maka kita sangat dianjurkan banyak berdoa. Diantara doa-doa penting dibaca pada bulan Ramadhan adalah:
1. Doa Bulan Rajab dan Sya’ban Menyambut Ramadhan:
اَللَّهُمَّ باَرِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْناَ رَمَضَانَ
“Ya Allah, berkahilah kami dibulan Rajab dan Sya’ban dan pertemukan kami dengan bulan Ramadhan.” (HR Ahmad)
2. Doa Lailatul Qadr:
اَللَّهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فاَعْفُ عَنَّا
Ya Allah, Sesungguhnya Engkau Dzat Maha Pengampun lagi Maha Pemurah, senang pada ampunan, maka ampunilah kami, wahai Dzat yang Maha Pemurah. (HR Tirmidzi)
3. Doa Shalat Witir:
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّْوْسِ
Maha Suci Engkau penguasa yang memiliki kesucian. (HR Nasai)
سُبُّوْحٌ قُدُّْوْسٌ رَبُّنَا وَرَبُّ الْمَلائِكَةِ وَالرُّوْحِ
Maha Suci Engkau Dzat yang memiliki kesucian, Tuhannya para Malaikat dan Ruh. (HR Daruquthni)
4. Menjelang Berbuka Sebaiknya Membaca doa:
أشْهَدُ أنْ لاَإلَهَ إلاَّ اللهُ أسْتَغْفِرُ اللهُ أسْألُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ
Saya bersaksi tidak ada Tuhan Selain Allah, Saya mohon ampun kepada Allah, Saya mohon Ridha-Mu, Surga Mu dan selamatkanlah saya dari neraka.” Mu dan selamatkanlah saya dari neraka.
5. Doa Buka Puasa
اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أفْطَرْتُ ذَهَبَ الظَّمَاءُ وَابْتَلَّتْ العُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأجْرُ إنْ شَاءَ اللهُ
Ya Allah, Aku berpuasa hanya untuk- Mu dan dengan rizki-Mu aku berbuka. Hilanglah rasa haus, tenggorakan menjadz basah, semoga pahala ditetapkan, insya Allah.” (HR Abu Dawud)
6. Jika Berbuka di Tempat Saudara dianjurkan mengucapkan:
أفْطَرَ عِنْدَكُمْ الصَّائِمُوْنَ وَأَكَلَ طَعَامَكُمْ اْلأبْرَارَ وَصَلَّتْ عَلَيْكُمْ الْمَلاَئْكَةُ
Telah berbuka di tempatmu orang-orang yang puasa. Orang-orang baik memakan makanan kalian, dan para malaikat mendoakan kalian.” (HR Abu Dawud)
Leia Mais...
0

KELOMPOK-KELOMPOK MANUSIA DALAM BERPUASA

Selasa, 17 Agustus 2010.

KELOMPOK-KELOMPOK MANUSIA DALAM BERPUASA

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Bagian Kedua dari Empat Tulisan [2/4]

PARA UTUSAN SAMA HUKUMNYA DENGAN MUSAFIR WALAU UNTUK BEBERAPA TAHUN

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-utsaimin dita : Kami termasuk kelompok yg diutus ke suatu negeri. Di antara kami ada yg diutus untuk satu tahun dan ada pula yg dua, tiga bahkan empat tahun. Maka ketika berpuasa, berlakukah untuk kami hukum yg sedang dalam perjalanan.?

Jawaban.
Hal diatas termasuk masalah yg diperselisihkan para cendekiawan dan ulama jumhur. Empat imam madzhab berpendpt bahwa mereka berkedudukan sebagai orang yg berada di tempat sendiri (muqimin), yakni tak berlaku hukum musafir, mereka wajib berpuasa sebagaimana mestinya, tak boleh mengqashar shalat dan tak boleh menyapu kedua sepatu selama tiga hari bahkan satu hari sekalipun. Sedangkan sebagian ulama menganggap mereka berada pada hukum orang yg sedang dalam perjalanan (musafir). Pedpt inilah yg dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan murid Ibnul Qayyim dgn memegang zahir nas yg tdk menentukan jarak tempuh suatu perjalanan.

Konon Ibnu Umar sempat bermukim selama enam bulan di Azerbeizan dan selama itu beliau mengqashar shalatnya. Pendpt ini jelas paling kuat. Tetapi siapa yg kesulitan namun ia tetap memegang pendpt jumhur, maka bagi tak jadi masalah. Inilah menurut pendpt kami dan Ibnu Taimiyyah.

ORANG ASING YANG TIDAK BERNIAT MUKIM SAMA KEDUDUKANNYA DENGAN MUSAFIR. PUASA WAJIB BAGI MEREKA YANG BERNIAT MUKIM SELAMANYA DI NEGERI ORANG.

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-utsaimin dita :Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta alam, Dia-lah yg berhak dipuji krn kemualian-Nya dan keagungan-Nya. Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad benar-benar hamba-Nya dan Rasul-Nya. Kedamaian dan keselamatan semoga dilimpahkan kpd para keluarganya, sahabat serta para pengikutnya.

Dalam majalah al-Muslimin terbitan hari Sabtu, 28 Sya’ban 1405H terdpt jawaban singkat tentang keringanan (rukhsah) bagi mereka yg diutus ke suatu negeri. Dari jawaban tersebut diterangkan bahwa mereka sama dgn musafir, yakni mereka berhak melakukan qashar shalat, berbuka puasa dan menyapu sepatu selama tiga hari. Karena jawaban tersebut terlalu singkat, maka saya dipinta oleh kawan-kawan untuk menyajikan lebih luas. Maka dgn memohon taufik dan hidayah Allah, saya kabulkan permintaan tersebut.

Orang yg meninggalkan negeri ada tiga macam :

[1] Berniat untuk menetap di negeri yg disinggahi dgn tanpa waktu dan tujuan tertentu yg pasti, seperti yg dilakukan para pekerja, para pedagang atau lainnya. Maka bagi mereka berlaku hukum yg sama dgn penduduk setempat ; wajib puasa di Ramadhan, tak boleh qashar shalat dan ha berhak menyapu kedua sepatu sehari semalam saja.

[2] Berniat untuk bermukim dalam waktu dan tujuan tertentu namun tak diketahui pasti kapan mereka akan pulang ke negerinya, contoh seperti para pedagang yg datang dan pergi untuk membeli barang atau para peneliti pemerintahan yg tak diketahui kapan berakhir tujuan mereka hingga kembali ke negeri masing-masing. Maka mereka termasuk kelompok musafir, boleh berbuka puasa, qashar shalat dan menyapu kedua sepatu selama tiga hari walau perjalanan tersebut beberapa tahun lamannya. Inilah pendpt jumhur ulama bahkan menurut Ibnu Mundhir termasuk ijma’.

[3] Berniat untuk bermukim dalam waktu dan tujuan tertentu yg diketahui pasti masa berakhir untuk pulang ke negeri masing-masing, maka status mereka yg demikian itu masih diperselisihkan ulama. Pendpt terkenal dari madzhab Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa jika niat mukim lebih dari empat hari, maka shalat tetap hrs dilakukan sebagaimana mestinya. Jika niat mukim kurang dari empat hari, maka shalat boleh di qashar. Menurut penyusun kitab al-Mughni (Jld. II, hal. 288) pendpt tersebut berasal dari Imam Malik, As-Syafi’i dan Abu Tsur. Konon pendpt ini diterima dari Utsman bin Affan.

Al-Tsaury dan para pemikir (ashab al-ra’y) berpendpt bahwa jika seseorang niat bermukim selama 15 hari mulai dari hari pertama, maka ia wajib menyempurnakan shalatnya. Dan jika kurang dari 15 hari, maka shalat boleh diqashar. Disamping itu, masih ada beberapa pendpt sebagaimana dikemukakan oleh An-Nawawi dalam Syarah Al-Muhadzdzhab (Jld. IV, hal 220) sebanyak sepuluh pendpt yg saling bertentangan namun tak ada nas yg dpt menentukannya. Oleh krn itu, Syaikh Ibnu Taimiyyah dan murid Ibnul Qayyim berpendpt bahwa mereka bersetatus sebagai musafir dan berhak untuk berbuka puasa, qashar shalat dan menyapu kedua sepatu selama tiga hari (Lihat Majmu al-Fatawa, Jam’u Ibnu Qasim, hal. 137-138,184, jld 24, al-Ikhtiyarat, hal. 73; Zadul Maad, Ibnul Qayyim, hal. 29, III, tentang perang Tabuk. Dalam al-Furu’ Ibnu Muflih, salah seorang murid Syaikhul Islam Ibnu Timiyyah, setelah mengemukakan silang pendpt, mengatakan jika seseorang beniat mukim lebih dari empat hari, maka menurut Syaikhuna dan yg lainnya, ia dipandang sebagai musafir dan berhak atas qashar dan berbuka bila belum pasti untuk bermukim umpama ha untuk berbuang hajat. Terjadi pendpt ini dipilih oleh Syaikh Abdullah bin Syaikh al-Islam Muhammad bin Abdul Wahhab pada kitab al-Durar al-Saniyyah, IV, hal, 372-375. Juga dipilih oleh Muhammad Rasyid Ridla, jld III, hal. 1180 dalam Fatawa al-Manar ; oleh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’ady, hal. 47 dalam al-Mukhtayarat al-Jaliyyah. Pendpt ini termasuk pendpt yg paling tepat bagi yg memperhatikan nas Kitab dan al-Sunnah. Yakni mereka boleh berbuka puasa dan qadla, seperti yg berlaku bagi orang macam kedua di atas, tetapi berpuasa labih baik bagi jika tdk ada kesulitan. Namun tak patut qadla diakhirkan sampai tiba Ramadhan berikutnya, sebab akan sulit melaksanakannya. Sedangkan perbedaan kelompok ini (ketiga) dgn kelompok pertama, bahwa kelompok ini bermukim dgn tujuan tertentu. Maka mereka hrs menunggu sampai waktu yg ditentukan dan jangan berniat mukim tanpa batas waktu (mutlak) bahkan mereka hrs menolak untuk shalat sebagaimana mesti (tetap hrs qashar) bila tujuan tercapai lebih dulu dari waktu dan mereka hrs tetap berada di tempat mukim hingga batas waktu. Sedangkan macam kelompok pertama, bermukim tanpa batas waktu tertentu, maka mereka hendak tetap berada di tempat mukim tak perlu menunggu sesuatu kecuali jika terkena peraturan tertentu. Dalam hal ini Allah Yang Maha mengetahui. Barangsiapa yg telah mendpt kejelasan atas pendpt yg terkuat lalu mengamalkannya, maka ia benar. Begitu pula siapa yg belum mendpt keterangan yg terkuat namun tetap memegang pendpt jumhur, maka iapun benar, sebab masalah ini termasuk persoalan ijtihad, di mana hasil tetap dihargai ; jika benar mendpt dua pahala dan jika keliru mendpt satu pahala. Keliru itupun diampuni Allah :

“Arti : Allah tdk membebani seseorang melainkan sesuai dgn kesanggupannya” [Al-Baqarah : 286]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Arti : Jika seorang hakim berijtihad dalam menetapkan hukum dan ternyata benar, maka ia mendpt dua pahala dan jika keliru maka mendpt satu pahala”.

Kami mohon kpd Allah semoga kami diberi taufik untuk mencapai kebenaran dalam aqidah, perkataan dan peruntukan, sebab Dialah Yang Maha Pemurah dan Maha Mulia. Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kpd Nabi kita, Muhammad, kpd keluarga dan para sahabatnya.

[Disalin dari buku 257 Ta Jawab Fatwa-fatwa Al-Utsaimin, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 186-191, terbitan Gema Risalah Press, alih bahasa Prof.Drs.KH.Masdar Helmy]
Leia Mais...
0

Keutamaan Malam Lailatul Qadar


Keutamaan Malam Lailatul Qadar


1. Keutamaan Malam Lailatul Qadar

Cukuplah utk mengetahui tinggi kedudukan Lailatul Qadar dgn mengetahui bahwasa malam itu lbh baik dari seribu bulan Allah berfirman "Sesungguh Kami menurunkan Al Qur'an pada malam Lailatul Qadar tahukah engkau apakah malam Lailatul Qadar itu? Malam Lailatul Qadar itu lbh baik dari seribu bulan Pada malam itu turunlah malaikat-malaikat dan Jibril dgn izin Rabb mereka (untuk membawa) segala urusan Selamatlah malam itu hingga terbit fajar." (Al Qadar : 1-5)
Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan yg penuh hikmah "Sesungguh Kami menurunkan pada suatu malam yg diberkahi dan sesungguh Kami-lah yg memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yg penuh hikmah (yaitu) urusan yg besar dari sisi Kami. Sesungguh Kami adl Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Ad Dukhan : 3 - 6)
2. Waktu datang Malam Lailatul Qadar

Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bahwa malam tersebut terjadi pada tanggal malam 21 23 25 27 29 dan akhir malam bulan Ramadhan. (Pendapat-pendapat yg ada dalam masalah ini berbeda-beda Imam Iraqi telah mengaran suatu risalah khusus diberi judul Syarh Shadr bi Dzikri Lailatul Qadar membawakan perkataan para ulama dalam masalah ini)
Imam Syafi'i berkata "Menurut pemahamanku wallahu a'lam Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab sesuai yg ditanyakan ketika ditanyakan kepada beliau 'Apakah kami mencari di malam ini?' Beliau menjawab 'Carilah di malam tersebut.'"
Pendapat yg paling kuat terjadi malam Lailatul Qadar itu pada malam terakhir bulan Ramadhan berdasarkan hadits 'Aisyah Radhiyallahu 'anha beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda:
"Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan." (Bukhari (4/225) dan Muslim (1169))
Jika seseorang merasa lemah atau tak mampu janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir krn riwayat dari Ibnu Umar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Carilah di sepuluh hari terakhir jika tak mampu maka janganlah sampai terluput tujuh hari sisanya." (HR. Bukhari (4/221) dan Muslim (1165))
"Aku melihat mimpi kalian telah terjadi barangsiapa yg mencari carilah pada tujuh nari terakhir."
Telah diketahui dalam sunnah pemberitahuan ini ada krn perdebatan para shahabat. Dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu 'anhu ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam keluar pada malam Lailatul Qadar ada dua orang sahabat berdabat beliau bersabda:
"Aku keluar utk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Lailatul Qadar tapi ada dua orang berdebat hingga tak bisa lagi diketahui kapan mungkin ini lbh baik bagi kalian carilah di malam 29 27 25 (dan dalam riwayat lain tujuh sembilan dan lima)." (HR. Bukhari (4/232))
Telah banyak hadits yg mengisyaratkan bahwa amalan Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir yg lain menegaskan dimalam ganjil sepuluh hari terakhir. Hadits yg pertama sifat umum sedang hadits keuda adl khusus maka riwayat yg khusus lbh diutamakan daripada yg umum. Dan telah banyak hadits yg lbh menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Ramadhan tetapi ini dibatasi kalau tak mampu dan lemah tak ada masalah dgn ini cocoklah hadits-hadits tersebut tak saling bertentangan bahkan bersatu tak terpisah.
Kesimpulan jika seorang muslim mencari malam Lailatul Qadar carilah pada malam ganjil sepuluh hari terakhir 21 23 25 27 dan 29. Kalau lemah dan tak mampu mencari pada sepuluh hari terakhir maka carilah pada malam ganjil tujuh hari terakhir yaitu 25 27 dan 29. Wallahu a'lam.
3. Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar

Sesungguh malam yg diberkahi ini barangsiapa yg diharamkan utk mendapatkan maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan (baginya). Dan tidaklah diharamkan kebaikan itu melainkan (bagi) orang yg diharamkan (untuk mendapatkannya). Oleh krn itu dianjurkan bagi muslimin (agar) bersemangat dalam berbuat ketaatan kepada Allah utk menghidupkan malam Lailatul Qadar dgn penuh keimanan dan pengharapan pahala-Nya yg besar jika (telah) berbuat demikian (maka) akan diampuni Allah dosa-dosa yg telah lalu.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dgn penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah maka diampuni dosa-dosa yg telah lalu." (HR. Bukhari (4/217) dan Muslim (759))
Disunnahkan utk memperbanyak do'a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari Sayyidah 'Aisyah Radhiyallahu 'anha bahwa dia berta "Ya Rasulullah apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar (terjadi) apa yg harus aku ucapkan?" Beliau menjawab"
"Ucapkanlah Ya Allah Engkau Maha Pengampun dan Mencintai orang yg meminta ampunan maka ampunilah aku." (HR. Tirmidzi (3760) Ibnu Majah (3850) dari 'Aisyah sanad shahih)
Saudaraku -semoga Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu utk mentaati-Nya- engkau telah mengetahui bagaimana keadaan Lailatul Qadar (dan keutamaannya) maka bangunlah (untuk menegakkan shalat) pada sepuluh malam terakhir menghidupkan dgn ibadah dan menjauhi wanita perintahkan kepada istrimu dan keluargamu utu ktu perbanyaklah perbuatan ketaatan.
Dari 'Aisyah Radhiyallahu 'anha:
"Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan) beliau mengencangkan kain menghidupkan malam dan membangunkan keluarganya." (HR. Bukhari (4/233) dan Muslim (1174))
Juga dari 'Aisyah dia berkata:
"Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir) yg tak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya." (Muslim (1174))
4. Tanda-Tanda Malam Lailatul Qadar

Ketahuilah hamba yg taat -mudah-mudahan Allah menguatkanmu dgn ruh dari-Nya dan membantu dgn pertolongan-Nya- sesungguh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menggambarkan pagi malam Lailatul Qadar agar seorang muslim mengetahuinya.
Dari 'Ubai Radhiyallahu 'anhu ia berkata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Pagi hari malam Lailatul Qadar matahari terbit tak menyilaukan seperti bejana hingga meninggi." (Muslim (762))
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu ia berkata kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau bersabda:
"Siapa di antara kalian yg ingat ketika terbit bulan seperti syiqi jafnah." (Muslim (1170 /Perkataan syiqi jafnah syiq arti setengah jafnah arti bejana. Al Qadhi 'Iyadh berkata "Dalam hadits ini ada isyarat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan krn bulan tak akan seperti demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir bulan.")
Dan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma ia berkata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"(Malam) Lailatul Qadar adl malam yg indah cerah tak panas dan tak juga dingin (dan) keesokan hari cahaya sinar matahari melemah kemerah- merahan." (Thayalisi (394) Ibnu Khuzaimah (3/231) Bazzar (1/486) sanad hasan)
Leia Mais...
THAKS FOR U ATTENTION
 
Santri Pesisir © Copyright 2010 | Design By Gothic Darkness |