BY: ZAINAL ASLI BUJANG PONTIANAK


SUMATERA EKSPRES L.P.6
0

Belajar Keteladanan

Selasa, 07 September 2010.

KH. Moh. Tidjani Djauhari, MA
Malam itu, 15 Ramadhan 1428 H atau 27 September 2007,pukul 02.00 WIB dini hari, Kiai sekaligus sosok panutan bagi semua Santri Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, dipanggil ke haribaan Allah SWT, setelah menjalani perawatan panjang mengobati komplikasi penyakit yang Allah cobakan kepada beliau.

Sebagai sebuah sosok kiyai panutan bagi santri, umat, dan masyarakat Madura, KH. Moh. Tidjani Djauhari, MA adalah menantu kesayangan KH. Zarkasyi, Pengasuh Pondok Modern Gontor Ponorogo. Sekaligus sosok ulama yang konsekwen pada prinsip hidup dan perjuangannya. Banyak pujian dan sanjungan tentang sosok Kiayi yang satu ini. Mulai dari masyarakat dimana beliau tingga, sampai alumni, wartawan senior, profesinal, cendekiawan, ulama dan sastrawan.

Bukti bahwa KH. Moh. Tidjani Djauhari, MA adalah seorang ulama yang konsekwen pada prinsip hidup dan perjuangannya, beliau enggan untuk terjun dan berjibaku dalam dunia politik. Banyak tawaran yang menggiurkan dari partai-partai politik yang beliau tolak. Bagaimana seandainya tawaran itu jatuh pada kita ? mungkin kita tidak akan berpikir panjang untuk menyetujui tawaran tersebut.

Tapi apa yang membuat Kiyai Tidjani enggan untuk terjun ke dunia politik ?

Sebagai seorang murid dan pengagum beliau, tanpa harus kultus individu, beliau adalah Kiyai yang sederhana, tawadhu’ dan sabar. Prinsip hidup dan perjuangannya untuk pendidikan dan umat yang membuat beliau enggan terjun ke dunia politik, yang syarat akan tujuan dan kepentigan. Sebab tidak ada yang abadi dalam berpolitik, temanpun akan menjadi lawan, murid dan santri pun akan menjadi musuh, bahkan saudara sendiripun akan menjadi lawan berat. Beliau tidak suka berdalih bahwa berjuang harus lewat jalur politik, karena membina dan mendidik jiwa serta kepribadian santri atau umat dari dalam merupakan hal fundamental yang harus di pupuk, dididik, dibina serta diasah sejak dini. Ini yang membedakan KH. Moh. Tidjani Djauhari, MA di mata santri,umat dan bangsa ini.

Semoga kita semua bisa belajar dan mengambil teladan yang baik dari sosok beliau, sebagai seorang yang abid, arif, mukhlish, penyabar, qona’ah, sederhana dan tawadlu’. Serta belajar dari pengalaman beliau selama menjadi seorang ulama’, kiyai, diplomat, penulis, sejarawan dan ahli tafsir
Leia Mais...
0

kh. tidjani jauhari


Ulama, Cendekiawan, dan Mujahid Tarbiyah

Pengabdian kepada umat harus senantiasa dilakukan secara kaffah, total dan maksimal. Demikian prinsip yang mengakar kuat di jiwa (alm) KH. Moh. Tidjani Djauhari, M.A. hingga maut menjemputnya, Kamis, 27 September 2007. Ibarat matahari, kehadiran Tidjani, tidak saja sebagai penebar cahaya, ia adalah cahaya itu sendiri yang mampu menerangi ruang kesadaran umat Islam dari segala penjuru.

Matahari Itu Terbit

Moh. Tidjani dilahirkan pada 23 Oktober 1945 di Prenduan, sebuah desa kecil 22 km di sebelah timur kota Pamekasan dan 30 km di sebelah barat kota Sumenep. Kelahirannya menyempurnakan suara genderang kemerdekaan bangsa Indonesia dari cengkraman kolonialisme. Mendidihkan gemuruh jihad para mujahid fi sabilillah ketika mempertahankan harkat dan martabat bangsa Indonesia dengan segala jiwa dan raga. Saat itu, Prenduan, juga kota-kota lainnya di Indonesia, berada dalam euforia kemerdekaan setelah 350 tahun lamanya hidup dalam kerangkeng penjajah.

Moh. Tidjani adalah putera keempat dari tujuh bersaudara. Ayahnya, KH. Djauhari Chotib, adalah seorang ulama besar, tokoh Masyumi, dan pendiri Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan. Kepemimpinan KH Djauhari di Hizbullah, berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter dan mental kepemimpinan Tidjani di masa mendatang.

Ditilik dari silisilah ayahnya, ada darah keturunan KH. As’ad Syamsul Arifin, ulama kharismatik pendiri PP. Salafiyah Syafi’iyah, Situbondo, mengalir di jiwanya. “Almarhum Kiai As’ad Syamsul Arifin adalah sepupu dari nenek saya. Jadi masih keluarga sendiri,’ tukasnya suatu ketika. Sedangkan dari pihak ibunya, Nyai Maryam, ia adalah keturunan Syaikh Abdullah Mandurah, salah satu muthowib di Mekkah asal Sampang, Madura, yang banyak melayani jamaah haji Indonesia.

Sejak kecil, Moh. Tidjani tumbuh berkembang dalam ranah pendidikan Islam yang sangat kental. Hal itu tak lepas peran ayahnya, Kiai Djauhari, yang berobsesi kelak Tidjani mampu menjelma pribadi muslim yang memiliki mental dan kepribadian yang tangguh. Karena itu, Tidjani kecil sangat akrab dan menikmati pendidikan keagamaan yang telah diterimanya sejak kecil. Tahun 1953, Tidjani menapakkan kakinya di bangku Sekolah Rakyat (SR) dan Madrasah Ulum Al-Washiliyah (MMA). Di sinilah, ia memulai belajar dasar-dasar ilmu pengetahuan. Hari-hari baginya adalah kesempatan emas untuk mengasah diri dan memperluas wawasan keilmuan. Tidjani sebagai matahari kecil mulai menebarkan cahaya. Cahayanya menelisik dan meranumkan senyum masyarakat Prenduan saat itu yang menaruh harapan besar di pundaknya.

Dari Gontor ke Saudi Arabia

Mengetahui minat dan bakat intelektual yang terpendam dalam Tidjani cukup besar, tahun 1958, Kiai Djauhari mengirimnya untuk nyantri di Pondok Modern Darussalam Gontor. Apalagi, Kiai Djauhari cukup kagum dengan sistem dan pola pendidikan modern yang diterapkan di pondok pimpinan KH. Imam Zarkasyi itu. Sebuah pondok yang tidak mengenal kamus dikhotomi antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Di sinilah, Tidjani memulai petualangan ilmu pengetahuannya. Tidak saja ilmu-ilmu keagamaan an sich yang ia pelajari, melainkan juga keterampilan dasar kepemimpinan dan manajemen. Tidjani dikenal santri yang cerdas. Tak ayal, prestasi akademik tertinggi pun selama nyantri Gontor diraihnya.

Bulan Januari 1964, Tidjani tamat dari KMI Gontor dan melanjutkan ke Perguruan Tinggi Darussalam (PTD) (ISID sekarang, red) sekaligus menjadi guru KMI Gontor. Waktu itu, Tidjani dipercaya sebagai sekretaris Pondok dan staf Tata Usaha PTD. Jabatan ini tergolong baru di Gontor. Jadilah Tidjani sebagai sekretaris pertama di Pondok Modern Gontor. Posisi sebagai sekretaris ia manfaatkan dengan maksimal. Jabatan inilah yang memungkinkannya untuk melakukan interaksi secara luas dengan berbagai pihak secara intens, tak terkecuali dengan (alm) KH. Imam Zarkasyi, yang kelak menjadi mertuanya, setelah Tidjani mempersunting putrinya, Anisah Fathimah Zarkasyi. Inilah kado paling berharga dalam petualangan panjang Tidjani belajar di Gontor, sekaligus menandai lahirnya babak baru komunikasi edukatif antara Al-Amien dan Gontor.

Setelah mengabdi setahun di Gontor, tahun 1965, Tidjani melanjutkan studinya di Universitas Islam Madinah. Ia diterima di Fakultas Syariah. Kesuksesan studinya di universitas ini, di antaranya, berkat usaha kakeknya, Syeikh Abdullah Mandurah. Tahun 1969, Tidjani tamat belajar tingkat license dari Fakultas Syariah Jamiah Islam Madinah dengan predikat mumtaz. Tak puas, tahun 1970, Tidjani melanjutkan studi magisternya di Jamiah Malik Abdul Aziz, Mekkah, hingga akhirnya lulus tahun 1973, dengan tesis “Tahqiq Manuskrip Fadhail Al-Quran wa Adaabuhu wa Muallimuhu li-Abi Ubaid Al-Qosim” (Keistimewaan Al-Quran: Etika dan Rambu-rambunya dalam Perspektif Abu Ubaid Al-Qosim). Sebuah kajian mendalam tentang sebuah manuskrip kitab tentang Al-Quran yang dikarang oleh Abu Ubaid Al-Qosim, seorang ulama Syam, yang hidup sezaman dengan Imam Syafi’ie. Bahasa asli kitab ini masih menggunakan bahasa Romawi. Untuk kepentingan inventarisasi dan pendalaman bahan penelitian ini, Tidjani menjelajahi perpustakaan-perpustakaan di Turki, Jerman, Belanda, Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Spanyol hingga Mesir. Alhasil, penjelajahan intelektual-akademisi yang cukup melelahkan itu mengantarkannya meraih predikat mumtaz (cum laude) dari Jamiah Malik Abdul Aziz, Mekkah.

Selain aktivitas kampus, sejak 1967-1986, Tidjani aktif berkiprah dalam Persatuan Pelajar Indonesia (PPI), Saudi Arabia, baik sebagai sekretaris, ketua, dan terakhir tercata sebagai penasihat PPI.

Menggayuh Karier di Rabithah ‘Alam Islami

Kisah ini bermula ketika M. Natsir – dai, ulama, politisi, ketua Partai Masyumi, dan mantan Perdana Menteri Pertama Republik Indonesia (1950-1951) — menghadiri undangan sebagai tamu pemerintah Saudi Arabia untuk mengetahui tim ulama dari Saudi Arabia, Irak, Tunisia, Maroko dan Mesir guna mengantisipasi problematika tanah Quds setelah jatuh ke tangan Zionis Yahudi tahun 1967. Saat itu, M. Natsir tercatat sebagai anggota Rabithah Alam Islami dan Muktamar Alam Islami. Kedatangan M. Natsir dimanfaatkan oleh Tidjani untuk berkenalan dan bersilaturrahim. Tidjani mengagumi sosok M. Natsir sebagai pibadi besar dan berwibawa. Tidjani masih tercatat sebagai mahasiswa di Jamiah Islamiyah Madinah.

Dalam kunjungan selanjutnya, M. Natsir mendengar ada putra Indonesia yang meraih predikat terbaik di Jamiah Malik Abdul Aziz, Mekkah. Mengetahui itu, M. Natsir takjub dan segera mencari informasi siapa putra Indonesia itu. Yang kemudian diketahui bernama Moh. Tidjani. Atas prestasi yang dicapainya itu, tahun 1974, M. Natsir merokemendasikan Tidjani untuk diterima bekerja di Rabithah Alam Islami. Sejak tahun itulah, Tidjani resmi berkarier di Rabithah Alam Islami dengan jabatan pertama sebagai muharrir (koresponden) yang tugas mengurusi surat-menyurat yang datang dari berbagai penjuru dunia. “Pak Natsir minta saya agar tidak pulang ke Indonesia dan belajar dulu di Rabithah. Saya menerima nasihat tersebut,” kenang Tidjani.

Kariernya di Rabithah melesat cepat. Beberapa jabatan penting pernah direngkuhnya, antara lain: Anggota Bidang Riset (1974-1977), Sekretaris Departemen Konferensi dan Dewan Konstitusi (1977-1979), Direktur Bagian Penelitian Kristenisasi dan Aliran-aliran Modern yang Menyimpang (1979-1981), Direktur Bagian Keagamaan dan Aliran-aliran yang Menyimpang (1983-1987), dan Direktur Bagian Riset dan Studi (1987-1988).

Keaktifannya di Rabithah Alam Islami inilah yang mengantarkannya menjelajahi berbagai negara di belahan dunia: Eropa, Afrika, Amerika, dan Asia. Di antaranya, tahun1976, Tidjani mengikuti Konferensi Islam di kota Dakkar, Senegal. Pada tahun yang sama, hadir dalam Konferensi Islam Internasional di Mauritania, Afrika. Tahun 1977, Tidjani mengikuti Seminar Hukum Islam di Chou University, Tokyo, Jepang. Sementara pada tahun 1978, Tidjani mengikuti Pertemuan Lintas Agama di Velenova University, Philadelpia dan Dallas, Texas, Amerika Serikat.

Antara tahun 1978-1982, Tidjani terpilih sebagai salah wakil Rabithah yang dikirim sebagai tim rekonsiliasi untuk menuntaskan masalah muslim Mindanau, Piliphina. Tugas yang sama dibebankan kepadanya, ketika tahun 1983, dikirim sebagai tim rekonsiliasi masalah politisasi agama di Burma dan konflik di Bosnia. Pada tahun ini pula, Tidjani mengikuti Pertemuan Lintas Agama di Birmingham dan Leeds University, Inggris.

Berlabuh di Al-Amien Prenduan

Ketika kariernya Rabithah Alam Islami berada di puncak. Tidjani memutuskan untuk pulang kampung halaman. Ibarat kacang, Tidjani tidak pernah lupa kulitnya. Bulan Januari 1989, Tidjani beserta keluarga tiba di Indonesia setelah kurang lebih 23 tahun lamanya bermukin di Tanah Suci, Mekkah. Tidjani sudah mencicipi asin garam perjalanan dakwah lewat organisasi Rabithah Alam Islami. Bahkan, manis pahitnya kebudayaan Timur Tengah sudah ia rasakan. Dalam komunikasi Bahasa Arab, boleh dikatakan, lisan Tidjani adalah lisan Arab.

Kepulangannya di Al-Amien Prenduan disambut gegap gempita. Tidjani memaknainya sebagai babak baru perjalanan dakwahnya, khususnya di bidang pendidikan. Misinya adalah merealisasikan dan menyempurnakan Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, yang telah didirikan oleh ayahnya, Kiai Djauhari Chotib, tahun 1971, menjadi lembaga pendidikan Islam ala Gontor yang berkualitas, kompetitif, dan bertaraf internasional.

Bersama Idris Jauhari, adiknya, yang lebih awal eksis membina pondok sejak tahun 1971 dan Maktum Jauhari, adiknya, yang tiba dari Kairo, Mesir, setahun kemudian. Serasa mendapat amunisi baru, ketiganya, ditambah unsur pimpinan yang lain, bergerak cepat melakukan pembenahan dan penyempurnaan. Hasilnya, di antaranya, adalah pembangunan Masjid Jami’ Al-Amien (1989) dan membuka Ma’had Tahfidzil Quran (MTA) (1991) serta mengembangkan status Sekolah Tinggi Agama Islam menjadi Institut Dirosah Islamiyah Al-Amien (IDIA), dan pendirian Pusat Studi Islam (Pusdilam) (2003).

Dalam kurun waktu 18 tahun (1989-2007), Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan telah menjelma sebagai pondok yang representatif, disegani, dan berwibawa, sekaligus sebagai pondok tempat menyiapkan kader-kader pemimpin umat yang kompeten dan mumpuni. Hingga September 2007, sebanyak 5.243 santri, yang berdatangan dari seluruh penjuru Indonesia dan negera-negara tetangga, belajar dan menempa diri di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan.

Dari Madura untuk Bangsa

“Jangan membangun di Madura, tapi bangunlah Madura,” demikian tegas Tidjani, pada sebuah kesempatan, menyikapi rencana industrialisasi Madura yang didahului dengan pembangunan jembatan Suramadu. Timbulnya dampak negatif-destruktif dari pembangunan Suramadu menjadi kekhawatiran banyak pihak, tak terkecuali Kiai Tidjani. Bersama ulama se Madura yang tergabung dalam Badan Silaturrahim Ulama Pesantren Madura (BASSRA), Tidjani melakukan serangkaian kegiatan, agar nantinya, pembangunan di Madura berjalan dalam koridor yang selaras dengan nilai-nilai budaya Madura yang islami. Ia menolak keras eksploitasi Madura demi kepentingan ekonomi semata.

Ide segarnya tentang “provinsiliasi Madura” hingga menjadikan Madura sebagai “Serambi Madinah” mendapat respon positif dari berbagai kalangan. Respon itu seperti tertuang dalam Hasil Kesimpulan Seminar Ulama Madura tentang Pembangunan dan Pengembangan Madura (1993), Piagam Telang Madura (1997), Rumusan Sarasehan “Menuju Masyarakat Madura yang Madani” (1999), Deklarasi Sampang (2006).

Terkait pebangunan di Madura, Tidjani menegaskan ada dua (2) hal yang harus segera dilakukan. Pertama, pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat Madura berdasarkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan yang kokoh untuk meminimalisir dampak pembangunan. Kedua, pendidikan. Pendidikan terkait dengan penyiapan SDM yang berkualitas, hingga nantinya masyarakat Madura mampu memanfaatkan pembangun bukan malah dimanfaatkan oleh pembangunan. Nantinya, masyarakat Madura tidak lagi menjadi “orang asing” di negerinya sendiri.

Layaknya seorang kiai, sayap dakwah yang dikembangkan Tidjani tidak saja berputar pada persoalan Madura saja, totalitas pengabdian dan kiprahnya menjangkau segala persoalan bangsa, baik sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, dan lainnya.

Tidjani berusaha merekam segala detail persoalan dan problematika yang dihadapi umat Islam saat ini. Ketika aksi pornografi dan pornoaksi merebak dan meresahkan masyarakat, Tidjani beserta ulama BASSRA membuat pressure agar persoalan ini segera dituntaskan. Saat umat Islam Palestina diinjak-injak martabatnya oleh Zionis Yahudi, Tidjani, lewat BASSRA, mengutuk keras aksi biadab Zionis Yahudi dan menyerukan aksi solidaritas dari seluruh umat Islam sedunia.

Kecendekiawanan dan ketokohannya memantik apresiasi positif dari berbagai pihak. Berbagai posisi penting pernah diembannya. Antara lain, Ketua Forum Silaturrahmi Pimpinan Pondok Pesantren Alumni Pondok Modern Gontor (1992-2007), Dewan Pakar ICMI Jatim (1995-2000), salah seorang pendiri Badan Silaturrahmi Pondok Pesantren (BSPP) (1998), dan Ketua II Majlis Ma’had Aly Indonesia (2002)

Setelah 62 Tahun

Setelah 62 tahun, Tidjani mengabdikan dirinya untuk umat dan bangsa. Allah memanggilnya ke haribaan-Nya dengan senyum, Kamis dini hari (27/9) sekitar pukul 02.00 WIB di kediamannya. Almarhum wafat akibat penyakit jantung. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan ini meninggalkan seorang istri (Ny. Hj. Anisah Fathimah Zarkasyi), 3 putra (KH. Ahmad Fauzi Tidjani, MA, Imam Zarkayi, Abdullah Muhammadi), 5 putri (Hj. Shofiyah, Hj. Aisyah, Afifah, Amnah, dan Syifa’), dan 2 cucu (Syafiqoh Mardiana dan Ayman Fajri).

Selamat jalan Kiai! Semoga Allah menerima amal baik dan menempatkan Kiai di surga-Nya. Amin.
Leia Mais...
0

surah annazi'a dalam tafsier ibnu katsier

Jumat, 03 September 2010.

SURAH AN-NAZI'AT DALAM TAFSIER IBNU KATSIER
(Oleh : Rahmayani Anya)
1. Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, وَالنَّازِعَاتِ غَرْقًا 1
2. dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut, وَالنَّاشِطَاتِ نَشْطًا 2
3. dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat, وَالسَّابِحَاتِ سَبْحًا 3
4. dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang, فَالسَّابِقَاتِ سَبْقًا 4
5. dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia). فَالْمُدَبِّرَاتِ أَمْرًا 5
6. (Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama menggoncangkan alam, يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ 6
7. tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua. تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ 7
8. Hati manusia pada waktu itu sangat takut, قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ 8
9. pandangannya tunduk. أَبْصَارُهَا خَاشِعَةٌ 9
10. (Orang-orang kafir) berkata: "Apakah sesungguhnya kami benar-benar dikembalikan kepada kehidupan yang semula? يَقُولُونَ أَئِنَّا لَمَرْدُودُونَ فِي الْحَافِرَةِ 10
11. Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang-belulang yang hancur lumat?" أَئِذَا كُنَّا عِظَامًا نَخِرَةً 11
12. Mereka berkata: "Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan". قَالُوا تِلْكَ إِذًا كَرَّةٌ خَاسِرَةٌ 12
13. Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja, فَإِنَّمَا هِيَ زَجْرَةٌ وَاحِدَةٌ 13
14. maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. فَإِذَا هُمْ بِالسَّاهِرَةِ 14

1. Tafsier dari ayat 1-14
"Demi yang mencabut dengan keras" maksudnya ketika para malaikat ketika mereka mencabut nyawa orang-orang kafir dari keturunan abam yang ditenggelamkan dalam api neraka. "Dan yang mencabut dengan lemah lembut," yaitu ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang yang beriman dengan penuh kelembutan, seolah-olah dilepaskan dengan kelembutan hati. "Dan yang turun dari langit dengan cepat dan yang mendahului dengan kencang," yaitu para malaikat mendahului orang yang beriman masuk kesurga. "Dan yang mengatur urusan" yaitu para malaikat yang mengatur urusan dengan izin Allah SWT dari langit menuju bumi.
Allah swt berfirman, "pada hari ketika tiupan pertama mengoncangkan alam, tiupan pertama itu diiringi dengan tiupan kedua. "Ibnu abbas mangatkan "Ar-rajifahdan dan ar-radifah ini adalah tiupan yang pertama dan tiupan yang kedua. "diterima dari mujahid yang berkata,"adapu tiupan yang perama sebagaimana yang tercantum dalam firman allah swt, 'pada hari ketika tiupan pertama mengoncangkan alam.'" Adapun yang kedua adalah ar-radiefah maka ayat ini seperti firman-Nya, "Dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya dengan sekali benturan." (Al-Haqqah).
Seperti sebuah hadits yang diriwayatkan oleh tarmidzi dan ibnu abi hatim, yang artinya "apabila rasullah saw melewati sepertiga malam terakhir, maka beliau berdiri dan berkata, "hai umat manusia, ingatlahallah kerena telah datang tiupan pertama dan diiringi denga tiupan kedua. Kematian telah datang dengan suasananya. (Hr. Tarmidzi dan Ibnu Abi Hatim)
Allah swt berfirman "hati manusia pada saat itu sangat takut, pandangan tunduk,'" yaitu pandangan-pandangan manusia ketika itu menunduk dan merendah karena kengerian suasana kiamat yang mereka saksikan. Selanjutnya-Nya Allah SWT berfirman, "apakah sesungguhnya kami benar-benar dikembalikan pada kehidupan yang semula?" yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah orang-orang musyrik quraisy dan orang-orang yang berkata seperti mereka, untuk menunjukkan pengingkaran mereka terhadap hari berbangkit, setelah jasad-jasad mereka hancur dan tulang belulang mereka berserakan didalam kubur. "apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat'?" mereka berkata, kalau demikian itu adalah salah satu pengembalian yang sangat merugikan." Maksudnya orang-orang quraisy mengatakan, "bila benar jika kami akan dihidup kankembali oleh allah setelah kematian, maka kami pasti akan merugi. "Allah SWT berfirman, "sesungguhnya pengembalain itu hanyalah dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi." Yaitu, sesungguhnya hari kebangkitan itu hanyalah satu kali perintah dari allah swt saja, yang diperintahkan kepada malaikat israfil untuk meniupkan sangkakala tertanda hari berbangkit telah tiba.
Adapun Firman Allah SWT, "maka dengan serta merta mereka hidup kembali dipermukaan bumi." Mengenai pengertian as-shahirah ini para ulama tafsier barlainan pendapat, namun pendapat yang benar mengartikannya sebagai bumi dan permukaannya yang diatas, sebagaimana yang telah dikatakan oleh mujahid, "ketika itu mereka ada di permukaan bumi, kemudian dikelurkan keatas permukaan bumi."

15. Sudahkah sampai kepadamu (ya Muhammad) kisah Musa. هَلْ أتَاكَ حَدِيثُ مُوسَى 15
16. Tatkala Tuhannya memanggilnya di lembah suci ialah Lembah Thuwa; إِذْ نَادَاهُ رَبُّهُ بِالْوَادِي الْمُقَدَّسِ طُوًى 16
17. "Pergilah kamu kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى 17
18. dan katakanlah (kepada Firaun): "Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)" فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَى أَنْ تَزَكَّى 18
19. Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?" وَأَهْدِيَكَ إِلَى رَبِّكَ فَتَخْشَى 19
20. Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar. فَأَرَاهُ الآيَةَ الْكُبْرَى 20
21. Tetapi Firaun mendustakan dan mendurhakai. فَكَذَّبَ وَعَصَى 21
22. Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). ثُمَّ أَدْبَرَ يَسْعَى 22
23. Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. فَحَشَرَ فَنَادَى 23
24. (Seraya) berkata: "Akulah tuhanmu yang paling tinggi". فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الأعْلَى 24
25. Maka Allah mengazabnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia. فَأَخَذَهُ اللَّهُ نَكَالَ الآخِرَةِ وَالأولَى 25
26. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut (kepada Tuhannya). إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً لِمَنْ يَخْشَى 26

2. Tafsier Ayat ke 15-26
Allah SWT berfirman, " Sudahkah sampai kepadamu (ya Muhammad) kisah Musa?" yaitu apakah kamu sudah mendengar berita tentang dia "tatkala tuhannya memanggil dia di lembah suci ialah lembah thuwa'?" thuwa itu menurut pendapat yang paling benar adalah nama subuah lembah, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surah thaha. "pergilah kamu kepada fir'aun sesungguhnya dia telah melampaui batas," yaitu sombong, takabur, bertindak sewenang-wenang, dan malampaui batas. "dan katakanlah adakah dirimu mempunyai keinginan untuk membersihkan diri, yaitu maukah dirimu diajak kepada suatu jalan yang akan membersihkan kamu, artinya, kamu tunduk dan taat, "dan kamu akan ku pimpin kejalan tuhanmu, "yaitu aku pimpin kamu untuk beribadah kepada allah agar engkau takut kepada allah swt, sehingga hati khusyu setelah sebelumnya keras dan berada jauh dari kebenaran. "lalu musa memperlijatkan kepadanya mu'zizat yang besar. "yaitu, musa memperlihatkan kepada fir'aun, disamping mendakwahinya, hujjah yang sangat kuat dan bukti yang sangat erat dan membenarkan risalah yang dia bawa dari sisi Allah.
Allah swt berfirman, "tetapi fir'aun menduskan dan mendurhakainya. "yaitu, hatinya malah kufur shingga dia tidak mau tunduk kepada musa secara lahir dan batin. Mengetahui kebenaran ternyata tidak selamanya mengantarkan kepada keimanan karena maghfirah itu adalah pengetahuan hati dan iman adalah pengamalannya, yaitu tunduk dan pasrah kepada kebenaran.
Allah ta'ala berfirman, "kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang. "guna menandingi kebenaran dengan kebatilan, dia pun mengumpulkan tukang-tukang sihir, untuk mengimbangi mu'zizat luar biasa yang dibawa oleh nabi musa a.s. "maka dia mengumpulkan lalu berseru memanggil kaumnya, "akulah tuhanmu yang paling tinggi". ucapan ini dilotarkan oleh fir'aun setelah dia mengatkan, "aku tidak pernah mengetahui ada tuhan lain selain diriku" empat puluh tahun sebelumnya.
Allah swt berfirman, "maka allah mengazabnya dengan azab diakherat dan azab di dunia." Yaitu, allah memberikan hukuman kepadanya dengan menenggelamkannya ketika di dunia dan memasukkannya kedalam siksa yang sangat besar di akherat nanti. "sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut." Yaitu, bagi orang yang pandai mengambil pelajaran dan tercegah dari mengambil kemaksiatan.

27. Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membangunnya, أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ بَنَاهَا 27
28. Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا 28
29. dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang. وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا 29
30. Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. وَالأرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا 30
31. Ia memancarkan daripadanya mata airnya dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا 31
32. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا 32
33. (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu. مَتَاعًا لَكُمْ وَلأنْعَامِكُمْ 33

3. Tafsier Ayat 27-33
Allah ta'ala mengemukakan hujjah kepada para pengingkar hari berbangkit, yaitu perihal mengembalikan mahkluk setelah ia tiada. "apakah kamu," hai umat manusia," yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit?" maksunya, justru langitlah yang lebih hebat penciptaanya dari pada kamu. Adapaun firman Allah ta'ala," allah telah membangunnya," ditafseirkan dengan firman allah ta'ala yang selanjutnya," ia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakan-Nya." Yaitu allah telah menjadikannya sebagai bangunan yang amat tinggi dan jauh dari daratan dan seluruh penjurunya seimbang ditaburi dengan bintang-bintang ditengah malam.
Allah ta'ala berfirman, "dan dia menjadiakan malamnya galap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumis sesudah itu dihamparkannya." Kemudian ayat ini ditafsierkan dengan firmannya kemudian," dia mengeluarkan darinya mata airnya dan tumbuh-tumbuhannya."
Telah diuaraikan penjelasan mengenai hal ini dalam surah as-sajadah bahwa bumi diciptakan sebelum langit, akan tetapi bumi baru dihamparkan setelah penciptaan langit sempurna, artinya dia telah mengelurakan segala sesuatu yang terkandung didalamnuya dengan kekutan menuju kenyataan. Allah Ta'ala berfirman," dan gunung-gunung dipancangkannya dengan teguh," yaitu dikokohkan ditempatnya masing-masing. Diriwayakan oleh Imam Ahmad dari Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah SAW. bersabda yang artinya "setelah allah mencipatakan bumi, bumi itu doyong, kemudian allah menciptakan gunung lalu ditancapkan di atanya, lalu tegaklah bumi."
Allah ta'ala berfirman," untuk kesengan dan untuk binatang-binatang ternakmu." Yaitu, allah membentangkan bumi kemudian mengeluarkan mata airnya dan menumbuhkan kandungan-kandungan, lalu mengalirkan sungai-sungainya dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan da buah-buahannya serta menancapkan gunugn-gunungnya agar penghuninya dapat menetap dengan tenang. Semuanya itu merupakan kenikmatan dari allah ta'ala bagi para hambanya dan bagi kepentinganmereka, seperti kepantingan terhadap binatang ternak untuk pangan dan kendaraan didunia sampai kehidupan berhanti dan ajal tiba.

34. Maka apabila malapetaka yang sangat besar (hari kiamat) telah datang. فَإِذَا جَاءَتِ الطَّامَّةُ الْكُبْرَى 34
35. Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya, يَوْمَ يَتَذَكَّرُ الإنْسَانُ مَا سَعَى 35
36. dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang yang melihat. وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِمَنْ يَرَى 36
37. Adapun orang yang melampaui batas, فَأَمَّا مَنْ طَغَى 37
38. dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا 38
39. maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal (nya). فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى 39
40. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى 40
41. maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya). فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى 41
42. (Orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari berbangkit, kapankah terjadinya?. يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا 42
43. Siapakah kamu (sehingga) dapat menyebutkan (waktunya)? فِيمَ أَنْتَ مِنْ ذِكْرَاهَا 43
44. Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya). إِلَى رَبِّكَ مُنْتَهَاهَا 44
45. Kamu hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepadanya (hari berbangkit). إِنَّمَا أَنْتَ مُنْذِرُ مَنْ يَخْشَاهَا 45
46. Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari. كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا 46
4. Tafsier Surah ke 34-46
Allah swt berfirman," maka apabila maka petaka yang sangat besar telah datang," maksudnya adalah hari kiamat," pada hari manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya," artinya pada saat itu anak cucu adam akan ingat terhadap semua amal perbuatannya, yang baik dan yang buruk. " Dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang yang melihatnya," yaitu neraka jahim akan diperlihatkan bagi mereka yang ingin melihatnya, maka umat manusiapun melihatnya dengan mata telanjang. "adapun orang yang melampaui batas," congkak dan bertindak sewenang-wenang," dan lebih mengutamakan kehidupan dunia," dari pada kepentingan agamanya dan kehidupan akheratnya, "maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal-(nya)." Yaitu, sesungguhnya dia sedang berjalan manuju neraka jahim dan makanannya adalah pohon Zaqqum, sedangkan minumannya adalah air yang sangat panas. "dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya," yaitu adalah orang-orang yang sangat takut saat berdiri dihadapan Tuhannya yang maha perkasa lagi mulia serta tidak mengikutin hawa nafsunya dan menuntunnya dalam ketaatan kepada Allah Ta'ala," maka susunggunya suragalah tempat tinggal-(Nya)." Artinya, sesungguhnya dia tengah berjalan menuju surga.
Kemudian Allah ta'ala berfirman, "mereka bertanya kepada mu tentang hari berbangkit, kapankah terjadinya? Siapakah kamu (sehingga) dapat menyebutkan (waktunya)? Kepada tuhanmulah dikembalikan kesudahannya." Yaitu, ilmunya tidaklah diserahkan kepada kamu dan tidak pula kepada orang lain, bahkan hanya Allah saja yang tahu, sebagaimana firmannya, "dan saat itu tidak akan datang kecuali dengan tiba-tiba."
Allah Ta'ala berfirman, "kepada tuhanmulah dikembalikan kesudahannya." Ayat ini seperti firmannya," katakanlah, 'sesungguhnya ilmunya hanyalah disisi Allah. "'Firman-Nya," kamu hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepadanya." Yaitu, sesungguhnya aku mengutus tiada lain agar kamu memberi peringatan kepada umat manusia dan mewanti-wanti mereka dari siksa Allah dan hukuman-Nya. Maka oran yang takut kepada Allah pastilah akan mengikutimu, dan dia akan mendapatkan kebahagiaan. Sedangkan, orang-orang yang merugi adalah orang yang mendustakan dan menentang.
Allah Ta'ala berfirman," pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal melaikan diwaktu sore atau pagi hari." Yaitu, apabila mereka bangkti dari kuburan-kuburan mereka menuju padang mahsyar, mereka meraskan kehidupan dunia itu sangat sebentar sekali, sehingga seolah-olah dalam pandangan mereka hanya selama sore hari saja atau hanya selama pagi hari saja.
Leia Mais...
THAKS FOR U ATTENTION
 
Santri Pesisir © Copyright 2010 | Design By Gothic Darkness |